Beda Arah Laba dan Pendapatan BRPT di 2024, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?

17 Maret, 2025 20:01 WIB

Penulis:Alvin Pasza Bagaskara

Editor:Amirudin Zuhri

1695047489-1041x577.jpg
PT Barito Pacific Tbk (BRPT)

JAKARTA – Emiten petrokimia milik konglomerat Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT), melaporkan kinerja keuangan 2024 dengan hasil yang kontras. Laba bersih perusahaan melonjak, sementara pendapatan mengalami penurunan akibat berbagai faktor internal dan eksternal sepanjang tahun.

Berdasarkan laporan keuangan, BRPT mencatat lonjakan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 116,28% pada akhir 2024. Per 31 Desember 2024, laba BRPT mencapai US$56,48 juta atau sekitar Rp923,1 miliar, naik signifikan dari US$26,12 juta pada 2023.

Sementara itu, pendapatan usaha tercatat sebesar US$2,39 miliar atau sekitar Rp39,1 triliun, turun 13,5% dari US$2,76 miliar pada tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh pemeliharaan terjadwal serta gangguan pasokan dan permintaan global sepanjang tahun.

Direktur Utama BRPT, Agus Pangestu, menjelaskan bahwa penurunan pendapatan terutama disebabkan oleh Turnaround Maintenance (TAM) di kompleks petrokimia. Selain itu, gangguan pasokan serta melemahnya permintaan global turut berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan.

"Pendapatan dari bisnis petrokimia turun karena berkurangnya volume produksi akibat TAM. Sementara itu, pendapatan segmen energi tetap stabil di US$596 juta berkat operasional pembangkit listrik yang optimal," ujar Agus dalam keterangannya, Senin, 17 Maret 2025.

Meski pendapatan turun, laba BRPT tetap meningkat berkat keuntungan kurs mata uang asing yang mengubah defisit Rp8,95 juta menjadi surplus Rp13,85 juta. Pendapatan keuangan serta keuntungan lainnya juga berkontribusi terhadap peningkatan laba perusahaan.

Beban pokok pendapatan tercatat sebesar US$1,87 miliar, lebih rendah dibandingkan US$2,2 miliar pada tahun sebelumnya. Penurunan ini turut menjaga margin keuntungan meskipun tekanan terhadap pendapatan usaha tetap tinggi.

Per 31 Desember 2024, total aset BRPT mencapai US$10,53 miliar, naik dari US$10,15 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan aset ini mencerminkan pertumbuhan di tengah tantangan bisnis yang dihadapi perusahaan.

Namun, saham BRPT mengalami tren penurunan sepanjang 20254. Harga saham turun dari Rp1.327 menjadi Rp920, mencerminkan koreksi lebih dari 42% sepanjang tahun berjalan. Penurunan ini mencerminkan respons negatif pasar terhadap kondisi perusahaan.

Kendati demikian, beberapa analis yang dihimpun Bloomberg masih merekomendasikan saham BRPT sebagai pilihan investasi. Satu analis memberikan rekomendasi Buy, sementara satu lainnya menyarankan Hold, tanpa ada rekomendasi Sell. Dengan demikian, target harga saham BRPT berpotensi mencapai Rp3.500 per saham dalam 12 bulan ke depan.

Pada awal 2025, Andreas Yordan Tarig, analis Sucor Sekuritas, memberikan rekomendasi Buy untuk saham BRPT dengan target harga Rp3.500 per saham. Sementara itu, Arnanto Januri, analis JP Morgan, memberikan rekomendasi Neutral dengan target harga Rp870 per saham.

Di sisi lain, prospek bisnis BRPT juga didukung oleh proyek strategis di industri petrokimia. Saat ini, pabrik Chlor Alkali – Ethylene Dichloride (CA-EDC) milik Chandra Asri Group di Cilegon telah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Langkah ini bertujuan memperkuat industri petrokimia serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Di sektor energi, BRPT juga menyelesaikan tambahan kapasitas pembangkit listrik binary sebesar 16,6 MW. Langkah ini merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam mendukung transisi energi dan meningkatkan ketahanan energi nasional di masa mendatang.