Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada Selasa, 18 Maret 2025. Anjloknya IHSG hingga 5% mendorong PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menghentikan sementara perdagangan (trading halt) guna menghindari fluktuasi harga saham yang lebih ekstrem.
Perdagangan dihentikan sementara pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
“Dengan ini kami menginformasikan bahwa hari ini, Selasa, 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5%,” ujar Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad.
“Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat. Perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan,” sambungnya.
Di dunia pasar modal, trading halt bukan satu-satunya istilah yang sering digunakan. Terdapat juga istilah lain seperti suspend dan auto reject. Untuk mengenal lebih lanjut, yuk simak artikel berikut!
Trading halt merupakan penghentian atau pembekuan sementara perdagangan saham akibat turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga batas tertentu. Kebijakan ini diberlakukan sebagai langkah penanganan dalam situasi darurat guna memastikan perdagangan efek tetap berlangsung secara teratur, wajar, dan efisien.
Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan dengan Nomor S-274/PM.21/2020 tertanggal 10 Maret 2020 mengenai Perintah Melakukan Trading Halt pada Perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam Situasi Tekanan di Pasar Modal menjelaskan bahwa jika terjadi penurunan tajam pada IHSG dalam satu Hari Bursa yang sama, Bursa akan mengambil langkah-langkah berikut:
Sebelumnya, BEI pernah beberapa kali memberlakukan trading halt akibat sentimen negatif yang dipicu oleh pandemi Covid-19 pada 2020.
Trading suspend dapat diterapkan jika IHSG mengalami penurunan lebih dari 15%. Proses suspensi ini dapat berlangsung hingga akhir sesi perdagangan atau lebih dari satu sesi setelah memperoleh persetujuan dari OJK.
Suspensi atau penghentian sementara adalah kebijakan yang membatasi perdagangan suatu saham atau instrumen efek tertentu. Ketika sebuah saham disuspensi, investor tidak dapat melakukan transaksi jual atau beli hingga bursa mencabut suspensi tersebut.
Kebijakan ini merupakan bentuk intervensi dari Bursa Efek Indonesia untuk memastikan perdagangan efek berlangsung secara teratur, wajar, dan efisien.
Menurut Peraturan Nomor III-G tentang Suspensi dan Pencabutan Persetujuan Keanggotaan Bursa BEI, suspensi didefinisikan sebagai larangan sementara bagi anggota bursa efek dan/atau personel yang berwenang dalam melakukan perdagangan efek di bursa.
Auto Rejection adalah pembatasan minimum dan maksimum suatu kenaikan dan penurunan harga saham dalam jangka waktu satu hari perdagangan di bursa.
Sistem bursa secara otomatis akan menolak order jual atau beli jika harga saham melebihi batas atas atau bawah yang telah ditentukan oleh Bursa Efek Indonesia. Penerapan auto rejection bertujuan untuk memastikan perdagangan saham tetap berlangsung secara wajar.
Auto reject saham dibagi menjadi dua macam di antaranya:
1. Auto Rejection Atas
Saham yang mengalami kenaikan signifikan hingga mencapai batas atas yang ditetapkan oleh bursa akan terkena Auto Rejection Atas (ARA). Salah satu tanda saham yang terkena ARA adalah tidak adanya lagi order pada antrian jual (offer).
Sebagai contoh, jika saham X ditutup pada harga Rp3.000 pada hari sebelumnya dan batas auto rejection untuk saham ini adalah 25%, maka kenaikan maksimal harga saham X pada hari berikutnya adalah: Rp3.000 + (Rp3.000 × 25%) = Rp3.750. Jika harga saham X melebihi Rp3.750, maka saham tersebut akan terkena ARA.
2. Auto Rejection Bawah
Auto Rejection Bawah (ARB) terjadi ketika harga saham mengalami penurunan signifikan. Salah satu tanda saham yang terkena ARB adalah tidak adanya lagi order dalam antrian beli (bid).
Sebagai contoh, jika saham Y ditutup pada harga Rp5.000 pada hari sebelumnya dan batas auto rejection yang berlaku sejak pandemi adalah 7%, maka penurunan maksimal harga saham Y pada hari berikutnya adalah: Rp5.000 – (Rp5.000 × 7%) = Rp4.650. Jika saham Y mencapai batas bawah di Rp4.650, maka saham tersebut akan terkena ARB.