Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan hebat, turun lebih dari 6 persen pada perdagangan Selasa 18 Maret 2025. Kejatuhan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan memicu perbandingan dengan krisis 1998 serta pandemi Covid-19.
Pada sesi perdagangan hari ini, IHSG sempat anjlok 6.02% ke level 6.058. Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11:19 WIB guna meredam volatilitas setelah aksi jual besar-besaran.
Setelah perdagangan dibuka kembali pada pukul 11:49 WIB, IHSG sempat menyentuh level 6.011 sebelum akhirnya mengakhiri sesi I di posisi 6.076. Investor asing menjadi salah satu pihak yang berkontribusi besar terhadap aksi jual ini.
Analis Pasar Modal Ibrahim Assuaibi menyebut kejatuhan IHSG dipengaruhi faktor domestik dan eksternal. “Salah satu penyebab utama adalah meningkatnya defisit APBN, yang mencapai 0.13% dari PDB atau Rp31,2 triliun pada Februari 2025,” jelasnya pada Selasa, 18 Maret 2025.
Selain itu, penerimaan pajak turun drastis dari Rp400,36 triliun pada Februari 2024 menjadi Rp187,8 triliun tahun ini. Kondisi ini memperburuk sentimen pasar dan mendorong arus modal keluar (capital outflow) dalam jumlah signifikan.
Hingga 17 Maret 2025, investor asing mencatat aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp26,9 triliun. Hal ini semakin menekan IHSG, yang juga terdampak oleh koreksi pada saham-saham teknologi dan perbankan besar.
Sementara itu, Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas menjelaskan bahwa aksi jual ini tidak hanya dipicu oleh faktor fiskal, tetapi juga koreksi di saham-saham teknologi yang sebelumnya mengalami kenaikan tajam serta tekanan pada sektor perbankan besar.
Kejatuhan IHSG ini mengingatkan pada beberapa momen kritis pasar modal. Pada 8 Januari 1998, IHSG jatuh hampir 12% dalam sehari. Rupiah anjlok terhadap dolar, sektor perbankan kolaps, dan perusahaan besar mengalami kebangkrutan. Krisis moneter 1998 menyebabkan resesi parah, lonjakan inflasi, dan pergolakan politik yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto.
Pada 9 Maret 2020, IHSG turun 6.58% ke level 5.136,81. Sepanjang Maret 2020, BEI mengalami tujuh kali trading halt. IHSG mencapai titik terendah 3.937 pada 24 Maret 2020, turun 37% dari awal tahun. Pandemi Covid-19 menyebabkan ketidakpastian ekonomi global, gelombang PHK massal, dan kebijakan pembatasan yang memperlambat aktivitas bisnis secara drastis.
Ketidakpastian pasar memicu kekhawatiran koreksi lebih lanjut. BEI dan regulator pasar modal terus memantau pergerakan IHSG serta potensi kebijakan untuk menstabilkan pasar, terutama di tengah panic selling dari investor ritel dan aksi jual bersih investor asing.
Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa kebijakan fiskal dan moneter yang tegas, IHSG bisa semakin tertekan. Pasar akan terus mengawasi perkembangan ekonomi global dan respons pemerintah terhadap defisit anggaran dalam menentukan arah pergerakan selanjutnya.