Bursa Saham
07 April, 2025 14:00 WIB
Penulis:Alvin Bagaskara
Editor:Chrisna Chanis Cara
JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat memicu kekhawatiran di kalangan investor pada Senin pagi, 7 April 2025, setelah data di Google Finance menampilkan penurunan tajam hingga menyentuh level 5.000. Kepanikan pun menyebar cepat di berbagai platform digital dan komunitas pasar modal.
Berdasarkan pantauan TrenAsia, pada pukul 10.40 WIB, IHSG tercatat anjlok ke level 5.731,02—turun 11,46% atau 742,01 poin dibandingkan penutupan sebelumnya di 6.452,60. Sementara itu, data dari aplikasi IDX Mobile menunjukkan pergerakan serupa. Pada pukul 11.08 WIB, IHSG masih melemah 9,42% ke posisi 5.897,21.
Namun, kejanggalan ini tak berlangsung lama. Pada pukul 12.00 WIB, data di IDX Mobile memperlihatkan bahwa IHSG telah kembali ke posisi 6.510,02, angka yang sama dengan penutupan perdagangan terakhir pada 27 Maret 2025.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pun segera memberikan klarifikasi. Dalam keterangan resminya, pada Senin, 7 April 2025, BEI menegaskan bahwa pada Senin tersebut tidak ada aktivitas perdagangan maupun penyelesaian transaksi di pasar modal karena merupakan Hari Libur Bursa.
“Saat ini BEI sedang melakukan pengujian internal sistem yang memang rutin dilakukan, terutama usai libur panjang. Jika menemukan data pengujian, mohon kesediaannya untuk mengabaikan data tersebut,” tulis manajemen BEI.
Dengan demikian, pergerakan IHSG yang sempat muncul di sejumlah platform digital dipastikan tidak mencerminkan kondisi pasar sesungguhnya, melainkan merupakan dampak dari uji sistem internal yang dilakukan oleh BEI.
Meskipun kepanikan terkait data palsu telah mereda, tantangan nyata bagi IHSG justru masih berada di depan mata. Saat perdagangan kembali dibuka pada Selasa, 8 April 2025, pasar diprediksi akan menghadapi tekanan akibat perkembangan global yang tidak menguntungkan.
Salah satu sentimen negatif utama berasal dari kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang pada 2 April lalu meresmikan penerapan tarif impor resiprokal. Meski ditujukan terutama untuk China, kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global dan menekan bursa saham di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai kebijakan tarif Trump akan membawa tekanan ganda terhadap pasar modal Indonesia. Ia memperkirakan para investor akan cenderung melakukan aksi jual karena khawatir terhadap prospek kinerja emiten pasca-kebijakan tersebut.
“Dengan situasi saat ini, investor cenderung keluar dari pasar saham melalui aksi jual, dilandasi kekhawatiran terhadap prospek kinerja emiten pasca-berlakunya tarif resiprokal AS,” ujar Bhima dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 5 April 2025.
Bhima juga memperingatkan tekanan tidak hanya terjadi di pasar saham, tetapi juga akan terasa di pasar valuta asing. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan tertekan akibat pergeseran minat investor global dari aset berisiko ke instrumen lindung nilai seperti emas dan dolar AS. Dalam proyeksinya, rupiah bisa melemah ke kisaran Rp17.200 hingga Rp18.650 per dolar AS hingga akhir April 2025.
Bagikan
Bursa Saham
14 jam yang lalu