Dunia
13 Maret, 2025 02:01 WIB
Penulis:Amirudin Zuhri
JAKARTA- Selama kampanye pemilihannya tahun lalu, Donald Trump berjanji kepada rakyat Amerika bahwa ia akan mengantar era kemakmuran baru. Sekarang setelah dua bulan menjabat sebagai presiden, ia melukiskan gambaran yang sedikit berbeda.
Dia telah memperingatkan bahwa akan sulit menurunkan harga dan masyarakat harus bersiap menghadapi "sedikit gangguan" sebelum ia dapat membawa kembali kekayaan ke AS.
Sementara itu, meskipun angka-angka terbaru menunjukkan inflasi mereda, para analis mengatakan kemungkinan terjadinya penurunan meningkat, merujuk pada kebijakannya.
Di AS, resesi didefinisikan sebagai penurunan aktivitas ekonomi yang berkepanjangan dan meluas yang biasanya ditandai dengan lonjakan pengangguran dan penurunan pendapatan. Sejumlah analis ekonomi telah memperingatkan dalam beberapa hari terakhir bahwa risiko skenario seperti itu meningkat.
Laporan JP Morgan memperkirakan peluang terjadinya resesi sebesar 40%, naik dari 30% di awal tahun, dengan peringatan bahwa kebijakan AS menjauh dari pertumbuhan. Sementara Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics menaikkan peluang tersebut dari 15% menjadi 35%, dengan alasan tarif.
Prakiraan tersebut muncul saat indeks S&P 500, yang melacak 500 perusahaan terbesar di AS, merosot tajam. Indeks tersebut kini telah jatuh ke level terendah sejak September sebagai tanda kekhawatiran tentang masa depan.
Gejolak pasar sebagian didorong oleh kekhawatiran tentang pajak baru atas impor, yang disebut tarif, yang telah diperkenalkan Trump sejak ia menjabat. Dia telah memukul produk dari tiga mitra dagang terbesar Amerika dengan bea baru, dan mengancam mereka secara lebih luas dalam tindakan yang diyakini para analis akan meningkatkan harga dan mengekang pertumbuhan.
Namun, angka inflasi resmi terbaru di AS menunjukkan laju kenaikan harga mereda pada bulan Februari. Harga naik 2,8% selama 12 bulan hingga Februari, turun dari 3% pada Januari, kata Departemen Tenaga Kerja.
Meski begitu, Trump dan para penasihat ekonominya telah memperingatkan publik agar bersiap menghadapi sejumlah kesulitan ekonomi, seraya tampak mengabaikan kekhawatiran pasar. Sebuah perubahan nyata sejak masa jabatan pertamanya, saat ia kerap mengutip pasar saham sebagai ukuran keberhasilannya sendiri.
"Akan selalu ada perubahan dan penyesuaian," katanya minggu lalu, menanggapi permintaan dari para pelaku bisnis untuk mendapatkan kepastian lebih.
Sikapnya tersebut telah meningkatkan kekhawatiran investor terhadap rencananya. Goldman Sachs minggu lalu menaikkan taruhan resesi dari 15% menjadi 20%, dengan mengatakan bahwa pihaknya melihat perubahan kebijakan sebagai "risiko utama" bagi perekonomian. Namun, mereka mencatat bahwa Gedung Putih masih memiliki "pilihan untuk menarik kembali jika risiko penurunan mulai terlihat lebih serius".
"Jika Gedung Putih tetap berkomitmen pada kebijakannya bahkan ketika menghadapi data yang jauh lebih buruk, risiko resesi akan meningkat lebih jauh," analis firma tersebut memperingatkan.
Bagi banyak perusahaan, tanda tanya terbesar adalah tarif, yang menaikkan biaya bagi bisnis AS dengan mengenakan pajak atas impor. Saat Trump mengumumkan rencana tarif, banyak perusahaan kini menghadapi margin laba yang lebih rendah, sementara menunda investasi dan perekrutan karena mereka mencoba mencari tahu seperti apa masa depan nantinya.
Investor juga khawatir tentang pemangkasan besar-besaran pegawai pemerintah dan pengeluaran pemerintah. Brian Gardner, kepala strategi kebijakan Washington di bank investasi Stifel, mengatakan bahwa para pebisnis dan investor mengira Trump bermaksud mengenakan tarif sebagai alat negosiasi.
"Namun, apa yang diisyaratkan presiden dan kabinetnya sebenarnya merupakan hal yang lebih besar. Ini adalah restrukturisasi ekonomi Amerika," katanya dikutip BBC Rabu 12 Maret 2025. "Dan itulah yang telah menggerakkan pasar dalam beberapa minggu terakhir."
Perekonomian Amerika sudah mengalami perlambatan.Sebagiannya direkayasa oleh bank sentral, yang telah mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk mencoba mendinginkan aktivitas dan menstabilkan harga.
Dalam beberapa minggu terakhir, beberapa data menunjukkan pelemahan yang lebih cepat. Penjualan eceran turun pada bulan Februari. Keyakinan yang sempat mencuat setelah terpilihnya Trump dalam sejumlah survei terhadap konsumen dan bisnis telah turun. Perusahaan-perusahaan termasuk maskapai penerbangan besar, pengecer seperti Walmart dan Target, serta produsen memperingatkan akan adanya kemunduran.
Beberapa analis khawatir penurunan pasar saham dapat memicu pembatasan lebih lanjut dalam pengeluaran, terutama di kalangan rumah tangga berpenghasilan tinggi.
Hal itu dapat memberikan pukulan besar bagi ekonomi Amerika, yang didorong oleh belanja konsumen dan semakin bergantung pada rumah tangga kaya. Ini karena keluarga berpenghasilan rendah menghadapi tekanan dari inflasi.
Kepala bank sentral Amerika, Jerome Powell, dalam pidatonya minggu lalu memberikan jaminan dengan mencatat bahwa sentimen bukanlah indikator perilaku yang baik dalam beberapa tahun terakhir. "Meskipun tingkat ketidakpastian meningkat, ekonomi AS tetap berada dalam posisi yang baik," katanya.
Namun ekonomi AS saat ini sangat terkait dengan seluruh dunia. Demikian peringatan Kathleen Brooks, direktur penelitian di XTB. "Fakta bahwa tarif dapat mengganggu hal tersebut pada saat yang sama ketika ada tanda-tanda bahwa ekonomi AS melemah benar-benar memicu ketakutan akan resesi," katanya.
Kegelisahan di pasar saham tidak sepenuhnya disebabkan oleh Trump. Para investor sudah merasa gelisah tentang kemungkinan terjadinya koreksi setelah keuntungan besar selama dua tahun terakhir. Situasi ini didorong oleh kenaikan tajam pada saham teknologi yang dipicu oleh optimisme investor terhadap kecerdasan buatan (AI).
Pembuat chip Nvidia, misalnya, melihat harga sahamnya melonjak dari kurang dari US$15 pada awal tahun 2023 menjadi hampir $150 pada bulan November tahun lalu. Kenaikan jenis itu telah memicu perdebatan tentang "gelembung AI". Para investor sangat waspada terhadap tanda-tanda gelembung itu akan meletus, yang akan berdampak besar pada pasar saham, terlepas dari dinamika ekonomi secara lebih luas.
Kini, dengan pandangan ekonomi AS yang makin suram, optimisme tentang AI makin sulit dipertahankan. Analis teknologi Gene Munster dari Deepwater Asset Management menulis di media sosial minggu ini bahwa optimismenya telah "berkurang" karena kemungkinan terjadinya resesi meningkat "secara signifikan" selama sebulan terakhir.
"Intinya adalah jika kita memasuki resesi, akan sangat sulit bagi perdagangan AI untuk terus berlanjut," katanya.
Bagikan
Dunia
sehari yang lalu
Dunia
2 hari yang lalu