Dunia
16 April, 2025 13:30 WIB
Penulis:Muhammad Imam Hatami
Editor:Ananda Astridianka
JAKARTA - Presiden China Xi Jinping melanjutkan safari diplomatiknya ke Asia Tenggara dengan kunjungan penting ke Vietnam dan Malaysia, di tengah meningkatnya rivalitas geopolitik dan ekonomi dengan Amerika Serikat.
Langkah Xi ini dinilai sebagai bagian dari strategi besar Beijing untuk memperkuat pengaruh di kawasan yang kini menjadi medan perebutan pengaruh antara dua kekuatan global tersebut.
Di Vietnam, Xi bertemu dengan Sekjen Partai Komunis To Lam dan menandatangani 45 perjanjian kerja sama di berbagai sektor strategis, mulai dari kecerdasan buatan (AI), logistik, patroli maritim, hingga infrastruktur kereta api.
Dalam pernyataannya, Xi menyerukan penolakan terhadap “perundungan unilateral” dan pentingnya menjaga perdagangan bebas global, pernyataan yang secara tersirat mengkritik kebijakan tarif proteksionis Amerika Serikat.
Langkah Xi direspons tajam oleh mantan Presiden AS Donald Trump, yang menyindir bahwa kunjungan itu seolah "ditujukan untuk mengacaukan Amerika Serikat". "Pertemuan yang menarik. Seperti ingin mencari cara untuk mengacaukan Amerika Serikat," ungkap Trump di laman media sosialnya dilansit dari media Prancis, AFP, Rabu, 16 April 2025.
Meski Trump mengatakan tidak menyalahkan Vietnam maupun China, ia menilai pertemuan tersebut sebagai bagian dari strategi lawan dalam persaingan global. "Saya tidak menyalahkan China. Saya tidak menyalahkan Vietnam. Tidak. Saya mengetahui mereka mengadakan pertemuan hari ini," tambah Trump.
Retorika Trump tidak lepas dari konteks perang dagang yang kembali memanas. Baru-baru ini, pemerintahan AS mengumumkan kenaikan tarif hingga 145% terhadap produk-produk asal China, termasuk baja dan kendaraan listrik.
Tak tinggal diam, China membalas dengan tarif hingga 82% terhadap berbagai produk impor dari AS. Di tengah ketegangan itu, kawasan Asia Tenggara menjadi titik penting bagi kedua negara untuk memperluas pengaruh ekonominya.
Setelah Vietnam, Xi tiba di Malaysia dan bertemu Perdana Menteri Anwar Ibrahim. Keduanya sepakat untuk mempererat kerja sama bilateral melalui sejumlah nota kesepahaman di bidang ekonomi, investasi, dan pembangunan berkelanjutan.
Xi menekankan pentingnya membangun rasa saling percaya dan menyebut Malaysia sebagai mitra strategis dalam proses modernisasi bersama. Analis politik internasional menilai bahwa kunjungan Xi ke Asia Tenggara bukan hanya urusan dagang semata, tetapi juga bagian dari kontestasi geopolitik jangka panjang antara AS dan China.
Asia Tenggara kini menjadi medan penting perebutan pengaruh, terutama karena posisinya yang strategis dalam rantai pasokan global serta kedekatannya dengan jalur pelayaran internasional seperti Selat Malaka dan Laut China Selatan.
Sementara Washington berupaya membangun kemitraan baru dengan negara-negara Asia melalui inisiatif seperti Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), Beijing melanjutkan pendekatan bilateral yang agresif lewat proyek-proyek kerja sama konkret, termasuk dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI).
Pergeseran kekuatan ini membuat banyak negara di Asia Tenggara berada dalam posisi sulit, di satu sisi mengandalkan teknologi dan keamanan dari AS, namun di sisi lain bergantung pada pasar dan investasi dari China.
Strategi Xi Jinping yang memadukan diplomasi ekonomi dan simbolisme politik ini menunjukkan bahwa Beijing semakin percaya diri untuk menantang dominasi AS, bukan hanya di Indo-Pasifik, tetapi juga di panggung global.
Bagikan
Dunia
11 jam yang lalu