Salah Langkah di Meja Perundingan, RI Bisa Rugi Besar Gara-gara Tarif AS

10 April, 2025 20:32 WIB

Penulis:Muhammad Imam Hatami

Editor:Amirudin Zuhri

Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato tentang tarif di Rose Garden di Gedung Putih di Washington, DC, AS, 2 April 2025.
Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato tentang tarif di Rose Garden di Gedung Putih di Washington, DC, AS, 2 April 2025.

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengingatkan pemerintah bahwa kesalahan dalam strategi negosiasi terkait kebijakan tarif impor Amerika Serikat bisa berdampak serius bagi industri nasional. 

Ia menilai, jika pemerintah tidak sigap menghadapi perubahan kebijakan dagang AS, maka Indonesia berisiko mengalami penurunan ekspor signifikan yang berujung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di sektor padat karya.

“Paling dikhawatirkan imbasnya ke PHK (pemutusan hubungan kerja) massal di sektor padat karya,” ujar Bhima dikutip Antara, Kamis, 10 April 2025.

Bhima menegaskan bahwa perang tarif antara Amerika Serikat dan China dapat memicu resesi global. Dampaknya bukan hanya pada hubungan bilateral, tetapi juga terhadap volume perdagangan dunia yang mulai menurun. 

Hal ini sangat memengaruhi negara-negara eksportir seperti Indonesia. Dengan ekspor Indonesia ke AS dan China yang secara gabungan mencapai sekitar 34% dari total ekspor nasional, tekanan terhadap industri manufaktur dalam negeri dinilai sangat nyata. 

Bhima menambahkan, jika rantai pasok terganggu dan permintaan menurun, perusahaan dapat mengambil langkah efisiensi ekstrem seperti PHK massal.

Diversifikasi Pasar dan Perlindungan Industri Domestik

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dua pasar besar tersebut, Celios mengusulkan langkah-langkah strategis. Pertama, diversifikasi pasar ekspor ke kawasan alternatif seperti Timur Tengah dan Amerika Latin. 

Kedua, memperkuat kerja sama intra-ASEAN guna membentuk ketahanan ekonomi regional. Selain itu, Bhima juga menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik dari lonjakan impor akibat perang tarif, serta menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi dalam negeri tetap stabil dan dapat menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.

"Respons pemerintah sebaiknya mengalihkan produk ekspor ke pasar alternatif seperti Timur Tengah, memperkuat kerja sama di ASEAN, dan memperkuat daya beli masyarakat serta melakukan kebijakan perlindungan pasar dalam negeri dari ekses importasi berlebihan," tambah Bhima.

Sementara itu, pemerintah Indonesia menyatakan akan menempuh jalur diplomasi dalam menghadapi kebijakan tarif impor Amerika Serikat. 

Saat ini, tim ekonomi tengah menyiapkan paket negosiasi yang akan dibawa dalam pertemuan dengan mitra dagang di Washington D.C. Pemerintah juga aktif menjalin komunikasi dengan negara-negara ASEAN lainnya. 

Dalam waktu dekat, Indonesia akan menghadiri Pertemuan Pimpinan ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan sikap menghadapi tekanan kebijakan dagang AS. 

Pemerintah menekankan pentingnya solusi yang saling menguntungkan dan menghindari retaliasi yang bisa memperburuk situasi.

Tindakan Pemerintah Seolah Diejek Trump

Dalam pidatonya di hadapan Partai Republik pada hari Selasa, 8 April 2025, Donald Trump menyampaikan bahwa kebijakan tarif impor yang agresif selama masa pemerintahannya telah meningkatkan posisi tawar Amerika Serikat dalam hubungan dagang internasional. 

Ia menyindir para pemimpin negara lain yang menurutnya sampai harus merendah dan membujuk agar bisa menjalin kesepakatan dagang dengan AS.

"Negara-negara ini membujuk kita, menjilat pantat saya. Mereka mengatakan 'Tolong, pak, mari buat kesepakatan, saya akan melakukan apa pun, saya akan melakukan apa saja, Pak'," ucap Trump dengan nada mengejek dikutip Reuters.

Pernyataan itu menggambarkan bagaimana Trump memandang pendekatan proteksionisnya sebagai alat negosiasi yang efektif, bahkan sampai mengeklaim bahwa negara-negara lain merasa terdesak dan rela mengikuti kemauan Washington demi menjaga akses pasar Amerika.