logo
Ikuti Kami di:

Tarif AS Bisa Jadi Momentum Reformasi Keuangan dan Industri RI

Tarif AS Bisa Jadi Momentum Reformasi Keuangan dan Industri RI
Ruang tunggu nasabah kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).. (dok. OJK)
Idham Nur Indrajaya12 April, 2025 12:01 WIB

JAKARTA - Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang diterapkan di era Presiden Donald Trump dinilai telah membawa perubahan mendasar pada sistem perdagangan global. 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan langkah Amerika tersebut memberikan tantangan tersendiri terhadap stabilitas pasar dan sektor jasa keuangan Indonesia. 

Dalam konferensi pers terbaru, Mahendra menyampaikan analisis dan langkah antisipatif yang telah dan akan dilakukan oleh OJK untuk menghadapi dampak dari kebijakan ini.

Mahendra Siregar menjelaskan bahwa kebijakan tarif Amerika Serikat telah menggeser tatanan perdagangan internasional dari sistem multilateral menuju pendekatan bilateral yang bersifat kasus per kasus. 

"Ini adalah perubahan mendasar dari sistem perdagangan dunia yang sebelumnya diatur melalui perjanjian multilateral seperti WTO," ujar Mahendra saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK yang diselenggarakan secara virtual, Jumat, 11 April 2025. 

Perubahan ini menyebabkan ketidakpastian yang berujung pada volatilitas tinggi di berbagai pasar, termasuk pasar keuangan. Menurut Mahendra, dalam 7–10 hari terakhir, dinamika pasar global menunjukkan volatilitas yang cukup signifikan akibat kebijakan ini.

Dampak Terbatas terhadap Perekonomian Indonesia

Meskipun kebijakan tarif ini memberikan tekanan pada banyak negara, Mahendra menegaskan bahwa dampaknya terhadap Indonesia relatif terbatas. Ia menjelaskan bahwa rasio perdagangan internasional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 36–38%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura (300%) atau Malaysia dan Thailand (125–150%).

"Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya sekitar 10% dari total ekspor nasional, dan dari angka itu, hanya sekitar 35% yang terdampak langsung oleh kebijakan tarif," kata Mahendra. Dengan kata lain, pengaruh tarif terhadap PDB Indonesia diperkirakan hanya di bawah 1%.

Strategi Diversifikasi dan Negosiasi Pemerintah

OJK mendukung penuh langkah pemerintah Indonesia dalam menghadapi kebijakan tarif tersebut. Mahendra menilai strategi pemerintah yang tidak melakukan retaliasi, namun memilih untuk bernegosiasi, merupakan langkah bijak. "Indonesia memiliki peluang untuk menyeimbangkan neraca perdagangan melalui diversifikasi sumber impor, tanpa harus meningkatkan total nilai impor secara keseluruhan," jelasnya.

Langkah ini, menurut Mahendra, tidak hanya meredam dampak negatif, tetapi juga membuka peluang reformasi ekosistem industri dan investasi nasional.

Langkah Proaktif OJK dalam Mitigasi Risiko

Dalam menghadapi potensi dampak dari kebijakan tarif tersebut, OJK telah mengambil berbagai langkah mitigatif. Mahendra mengungkapkan bahwa OJK telah melakukan pemetaan sektor-sektor industri yang kemungkinan besar terkena dampak langsung dari kebijakan ini.

"Kami melakukan langkah-langkah bersama di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengidentifikasi dan mendampingi sektor-sektor yang terdampak," tutur Mahendra. OJK juga melakukan penyesuaian dalam pembiayaan dan memperhatikan persyaratan kredit agar sektor terdampak tetap mendapatkan dukungan.

Mahendra menambahkan bahwa upaya pemerintah dalam memberikan insentif fiskal, perlindungan pasar dalam negeri, dan perbaikan iklim investasi akan memperkuat daya tahan industri nasional terhadap tekanan eksternal.

Momentum Reformasi dan Peningkatan Daya Saing

Menurut Mahendra, tekanan dari kebijakan tarif ini justru dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi menyeluruh di sektor ekonomi dan keuangan nasional. "Jika langkah-langkah mitigasi dilakukan secara strategis, maka sektor industri kita tidak hanya akan bertahan, tapi bisa tumbuh lebih kuat dan kompetitif secara global," jelasnya.

Dengan kata lain, situasi ini dapat menjadi peluang untuk mendorong reformasi struktural yang selama ini dibutuhkan dalam meningkatkan daya saing nasional.

Stabilitas Pasar Modal dan Keterlibatan Investor Domestik

Dalam sektor pasar modal, OJK telah melakukan serangkaian kebijakan seperti buyback tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), penyesuaian auto reject bawah (ARB), dan dorongan kepada investor domestik untuk lebih aktif berinvestasi.

"Kami mendorong penguatan peran investor institusional, terutama lembaga jasa keuangan milik pemerintah seperti yang tergabung dalam holding Danantara, untuk meningkatkan investasi di pasar modal," ujar Mahendra.

Koordinasi antara OJK dan Danantara pun sudah dilakukan untuk memperluas ruang gerak lembaga jasa keuangan milik pemerintah dalam mendukung stabilitas pasar modal domestik.

Koordinasi Erat dalam Kerangka KSSK

Menjawab pertanyaan mengenai koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Mahendra memastikan bahwa koordinasi berjalan erat dan intensif. Semua langkah kebijakan dilakukan dalam satu kerangka orkestrasi yang terintegrasi antar lembaga.

"Koordinasi dengan KSSK berjalan efektif, dan kami melakukan penyesuaian kebijakan secara cepat dan terukur untuk menjaga stabilitas sistem keuangan," ujar Mahendra.

Bantalan dan Hasil Uji Ketahanan

Terkait bantalan yang disiapkan sektor keuangan, Mahendra menyebutkan bahwa OJK telah melakukan stress test untuk mengukur ketahanan industri jasa keuangan terhadap tekanan global. "Hasil uji ketahanan menunjukkan bahwa sektor keuangan Indonesia masih memiliki fundamental yang kuat, meskipun terdapat kerentanan di sektor-sektor tertentu yang memiliki keterkaitan dengan perdagangan internasional," jelasnya.

Langkah-langkah penyesuaian akan terus dilakukan guna memperkuat bantalan permodalan, likuiditas, dan manajemen risiko di seluruh sektor jasa keuangan.

Kesimpulan: Respon Strategis dalam Menghadapi Tantangan Global

Menghadapi ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat, OJK menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia. Dengan respons kebijakan yang cepat, koordinasi yang solid antar lembaga, serta upaya reformasi struktural di sektor industri, Mahendra Siregar optimistis bahwa Indonesia tidak hanya mampu mengatasi tantangan ini, tetapi juga memanfaatkannya sebagai peluang untuk memperkuat daya saing nasional.

"Kebijakan tarif ini bisa menjadi batu loncatan untuk reformasi lebih besar dan mendalam di sektor ekonomi kita. Kalau kita bisa melewati masa ini dengan baik, kita akan menjadi jauh lebih kuat di masa depan," pungkas Mahendra.