Dunia
18 April, 2025 01:01 WIB
Penulis:Amirudin Zuhri
Editor:Amirudin Zuhri
JAKARTA- Keterlibatannya dalam perang Rusia di Ukraina telah membawa keuntungan besar bagi Korea Utara. Pyongyang sejauh ini disebut menghasilkan lebih dari US$20 miliar atau sekitar Rp336 triliun (kurs Rp16.800) bagi perekonomiannya dari perang tersebut.
Lembaga pemikir Institut Analisis Pertahanan Korea Selatan (KIDA) menerbitkan laporan yang menguraikan nilai potensial kerja sama militer Korea Utara dengan Rusia saat mendukung invasi Moskow yang sedang berlangsung ke Ukraina.
Invasi Rusia ke Ukraina yang diluncurkan pada Februari 2022 telah berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan Moskow. Sebagian besar karena bantuan militer penting yang dipasok ke Kyiv oleh Amerika dan sekutu Barat lainnya.
Kekuatan pertahanan Ukraina dan kinerja buruk militer Rusia serta efek sanksi Barat telah memaksa Moskow untuk mencari dukungan dalam perangnya dari mitra-mitranya. Mereka termasuk China, Iran, dan Korea Utara.
“Kemitraan yang semakin erat ini menimbulkan tantangan strategis bagi Amerika yang tengah menghadapi ketiga negara yang bermusuhan di seluruh dunia,” demikian tulis KIDA seperti dikutip Newsweek Kamis 17 April 2025. Pemerintahan Trump juga berupaya untuk segera mengakhiri perang Ukraina.
Laporan KIDA mengatakan sebagian besar keuntungan ekonomi bagi Korea Utara diperoleh melalui pasokan amunisinya ke Rusia. Tetapi negara itu juga mendapat keuntungan dari pengiriman ribuan tentara untuk berperang melawan Ukraina dan menawarkan dukungan teknis. “Bantuan ini juga menjadikan Pyongyang memperoleh lebih banyak senjata berteknologi tinggi,” lanjut lembaga itu.
Namun kerugian pasukan sangat besar, dan sekitar 4.000 orang diyakini tewas dari 11.000 yang dikirim Korea Utara. Mereka sebagian besar bertempur di wilayah Kursk Rusia untuk menangkis serangan lintas perbatasan oleh pasukan Ukraina.
KIDA menyebut Korea Utara mungkin lebih memilih bantuan teknis dan dalam bentuk barang dari Rusia sebagai imbalan atas dukungannya. Ini termasuk senjata berteknologi tinggi yang membantu memperkuat kemampuan militernya dan memajukan tujuan strategisnya.
Lembaga itu menyebut ada kebutuhan mendesak untuk mengakhiri perang Ukraina dan mengambil tindakan untuk memblokir kerja sama militer Rusia-Korea Utara. Selain itu perlu strategi jangka panjang untuk menanggapinya setelah konflik berhenti.
Laporan KIDA selaras dengan analisis terpisah oleh Open Source Centre (OSC) dan Reuters. Keduanya memperkirakan bahwa Korea Utara telah mengirimkan lebih dari 15.800 kontainer amunisi ke Rusia antara Agustus 2023 hingga Maret 2025.
OSC dan Reuters menggunakan citra satelit untuk membuat perhitungan mereka. Disebutkan 64 pengiriman oleh empat kapal Rusia kemungkinan membawa antara 4,2 juta hingga 5,8 juta amunisi dari Korea Utara.
Laporan OSC mengatakan jaringan amunisi Korea Utara menghadirkan tantangan strategis yang signifikan. Dengan memungkinkan Rusia mempertahankan momentum ofensifnya, hal itu melemahkan efektivitas bantuan militer Barat untuk Ukraina.
Jika tidak ditangani, aliran senjata ini dapat semakin menguntungkan Moskow di medan perang dan mempercepat risiko keamanan yang lebih luas di seluruh Eropa dan Asia Timur."
Rusia terus mengandalkan dukungan Korea Utara untuk perangnya. Ini mereka karena berupaya mendapatkan keuntungan medan perang sebanyak mungkin untuk pembicaraan damai pada akhirnya.
Negosiasi yang ditengahi Amerika untuk mewujudkan perdamaian terus berlanjut. Tetapi kemajuannya lambat dan masalahnya rumit, dengan ketidaksepakatan besar mengenai pengakuan wilayah dan masa depan keamanan Ukraina.
Pengiriman seperti yang dilakukan Korea Utara memungkinkan pertempuran berlanjut, dan kemungkinan akan berlanjut selama beberapa waktu, mengingat hubungan AS-Ukraina yang sedang renggang dan garis merah Rusia sendiri.
Bagikan
Dunia
13 jam yang lalu