Sains
10 April, 2025 00:02 WIB
Penulis:Distika Safara Setianda
Editor:Amirudin Zuhri
JAKARTA – Colossal Biosciences, perusahaan rekayasa genetika yang dikenal karena upayanya menghidupkan kembali mammoth berbulu, kini telah berhasil mengembalikan salah satu hewan yang punah pada Zaman Es: serigala purba (dire wolf).
Perusahaan bioteknologi yang berbasis di Dallas, Texas itu mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka telah berhasil melahirkan tiga anak serigala purba, yang menjadi tonggak penting dalam membuktikan efektivitas teknologi “de-extinction” mereka—yakni teknologi untuk menghidupkan kembali spesies yang telah punah—dan potensi penerapannya untuk spesies lain.
Menurut Ben Lamm, CEO sekaligus salah satu pendiri Colossal, kelahiran anak serigala purba ini merupakan keberhasilan pertama dalam menghidupkan kembali hewan yang telah punah.
“Tim kami mengambil DNA dari gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun, lalu berhasil menciptakan anak serigala purba yang sehat,” ujar Lamm dalam siaran persnya.
“Pernah dikatakan bahwa ‘teknologi yang cukup maju akan tampak seperti sihir.’ Hari ini, tim kami memperlihatkan sedikit ‘sihir’ yang sedang mereka kerjakan, beserta dampaknya yang lebih luas bagi konservasi.”
Lamm bersama George Church, seorang ahli biologi dari Harvard Medical School, mendirikan Colossal pada tahun 2021 dengan tujuan utama menghidupkan kembali mammoth berbulu.
Sejak saat itu, perusahaan swasta tersebut—yang menurut Bloomberg bernilai sekitar US$10 miliar—telah memperluas visinya, mencakup upaya menghidupkan kembali harimau Tasmania (thylacine Australia) dan burung dodo yang juga telah punah.
Bulan lalu, Colossal mengungkapkan bahwa mereka telah berhasil merekayasa genetika tikus berbulu lebat (Woolly Mouse), yang memiliki beberapa karakteristik bulu mirip dengan mammoth berbulu, seperti rambut yang lebih panjang, berwarna terang, dan bertekstur kasar seperti wol.
“Ini merupakan langkah yang sangat besar bagi kami, karena membuktikan bahwa semua penelitian yang telah kami lakukan selama tiga tahun terakhir terkait mammoth berbulu benar-benar sesuai dengan apa yang kami perkirakan,” ujar Lamm saat itu.
Dengan diumumkannya kelahiran anak-anak serigala purba, Colossal membuktikan bahwa perangkat lengkap teknologi de-extinction yang sebelumnya mereka uji pada tikus, kini juga berhasil digunakan dengan DNA purba. “Teknologi ini benar-benar berhasil, dan hasilnya sangat luar biasa,” ujar Lamm kepada USA TODAY.
Banyak orang mungkin pertama kali mengenal serigala purba lewat serial televisi Game of Thrones dari HBO dan novel fantasi karya George R.R. Martin, A Song of Ice and Fire, yang menjadi dasar cerita serial tersebut. (Serigala purba merupakan lambang atau simbol dari House Stark dalam cerita itu.)
Sementara itu, sebagian lainnya mungkin mengetahuinya dari lagu berjudul Dire Wolf milik band Grateful Dead.
Dilansir dari USA TODAY, serigala purba juga pernah muncul dalam berbagai permainan video seperti Final Fantasy dan World of Warcraft, permainan papan klasik Dungeons & Dragons, serta permainan kartu Magic: The Gathering.
Namun, serigala purba bukan hanya makhluk fiksi—hewan ini merupakan predator nyata yang pernah hidup di dunia. Spesies ini punah sekitar 13.000 tahun lalu, setelah ribuan tahun menjelajahi Amerika Utara, hidup berdampingan dengan harimau bertaring tajam (saber tooth) dan mastodon.
“Banyak orang menganggap serigala purba sebagai makhluk mitos yang hanya ada di dunia fantasi, padahal kenyataannya mereka memiliki sejarah panjang dalam ekosistem Amerika,” ujar George R.R. Martin, penulis sekaligus investor dan penasihat budaya untuk Colossal, dalam sebuah pernyataan.
“Saya punya kebebasan untuk menulis tentang keajaiban, tetapi Ben dan tim Colossal benar-benar menciptakan keajaiban dengan mengembalikan makhluk agung ini ke dunia kita.”
Ukuran serigala purba sekitar 25% lebih besar dibandingkan dengan serigala abu-abu modern. Mereka memiliki kaki yang lebih tebal dan berotot, bahu yang lebih kuat, serta kepala dan moncong yang lebih lebar dengan rahang dan gigi yang lebih besar.
Tingginya bisa mencapai sekitar 3,5 kaki (sekitar 1 meter), dengan panjang lebih dari 6 kaki (sekitar 1,8 meter) dan berat badan hingga 150 pon (sekitar 68 kilogram).
Para peneliti sejak lama tertarik pada serigala purba karena hewan ini hidup berdampingan dengan serigala abu-abu—yang masih bertahan hingga kini—namun hanya serigala purba yang punah.
Sayangnya, jumlah DNA serigala purba yang berhasil ditemukan sangat terbatas untuk dianalisis. Misalnya, banyak fosil serigala purba ditemukan di kubangan aspal La Brea, tetapi aspal tersebut merusak DNA, ungkap Beth Shapiro, Kepala Ilmuwan di Colossal.
Shapiro bersama tim peneliti di Colossal kemudian menghubungi berbagai museum dan laboratorium yang menyimpan spesimen serigala purba. Mereka akhirnya mendapatkan akses ke sebuah gigi yang diperkirakan berusia 13.000 tahun dan ditemukan di Ohio, serta tengkorak berusia 72.000 tahun dari Idaho.
Di dalam tengkorak tersebut terdapat tulang petrous—bagian dari telinga bagian dalam—yang menurut Shapiro merupakan sumber DNA yang sangat baik dan relatif terlindungi.
Dari dua spesimen itu, Shapiro dan tim Colossal berhasil mengumpulkan cukup DNA untuk membangun dua genom serigala purba, yang kemudian mereka bandingkan dengan spesies canid lainnya seperti coyote, serigala emas (jackal), dhole, dan tentu saja serigala abu-abu.
Berdasarkan data genetik tersebut, para peneliti mengonfirmasi bahwa serigala abu-abu adalah kerabat terdekat yang masih hidup dengan serigala purba, dengan kesamaan kode DNA mencapai 99,5%, ujar Shapiro.
Selanjutnya, tim peneliti Colossal melakukan rekayasa genetika pada genom serigala abu-abu, dengan mengubah 20 titik dalam 14 gen untuk menghasilkan ciri-ciri khas serigala purba, seperti warna bulu terang, panjang dan pola bulu, serta ukuran tubuh dan struktur otot.
Telur yang telah dibuahi dan dimodifikasi secara genetik kemudian ditanamkan ke dalam rahim induk anjing pengganti, yang akhirnya melahirkan anak-anak serigala purba.
Hingga kini, dua kali kelahiran telah menghasilkan dua serigala jantan, bernama Romulus dan Remus, yang kini berusia enam bulan, serta seekor betina bernama Khaleesi (terinspirasi dari tokoh dalam Game of Thrones) yang lahir pada bulan Januari.
Meskipun hewan-hewan ini bukan 100% identik dengan serigala purba yang hidup ribuan tahun lalu, secara genetik mereka sangat mendekati, sejauh yang dapat dicapai oleh teknologi mutakhir saat ini.
“Bulu mereka benar-benar luar biasa—sangat tebal,” ujar Ben Lamm, saat menggambarkan serigala-serigala hasil rekayasa genetik yang kini tinggal di cagar alam seluas 2.000 hektare di wilayah utara Amerika Serikat.
“Mereka sangat ramah karena kami membesarkan mereka sendiri, bahkan Matt James, kepala bagian hewan, memberi susu botol langsung saat mereka masih anak-anak. Tapi sekarang mereka mulai menunjukkan sifat alaminya, semakin terlihat seperti serigala liar.”
Menurut Colossal, proyek ini berfungsi untuk mendorong batas-batas rekayasa genetika dan dapat memberikan alat untuk konservasi, terutama bagi spesies yang mengalami penyusutan kolam genetik. Serigala purba juga dijadikan contoh kasus penting untuk menunjukkan kemampuan ini.
“Proyek ini menunjukkan potensi luar biasa dalam kemajuan rekayasa genetika dan teknologi reproduksi untuk menghidupkan kembali keragaman yang hilang,” kata Andrew Pask, anggota dewan penasihat Colossal, dilansir dari Al Jazeera.
“Penelitian ini mendasari riset pionir yang bertujuan untuk menstabilkan ekosistem guna mencegah hilangnya keragaman hayati lebih lanjut dan menciptakan metode baru untuk benar-benar mengembalikan keragaman hayati yang telah hilang,” tambahnya.
Beberapa pihak dalam dunia konservasi optimis terhadap upaya ini, sementara yang lain melihat usaha Colossal dan perusahaan serupa sebagai risiko yang mengalihkan perhatian dari prioritas konservasi yang lebih mendesak. Namun, ada juga ahli yang berpendapat bahwa kita mungkin belum sepenuhnya memahami implikasi dari perubahan ini.
“Kita tidak bisa melindungi apa yang sudah kita miliki,” kata Dan Ashe, presiden dan CEO Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium di Kanada, dalam wawancara dengan Toronto Star.
Hingga saat ini, para investor telah menyuntikkan dana sebesar US$435 juta ke perusahaan ini, yang meningkatkan valuasinya menjadi US$10,2 miliar.
Colossal berencana untuk memantau pertumbuhan, kesehatan, dan perilaku anak-anak serigala tersebut, dan mungkin akan mengejar proyek lebih lanjut, termasuk menghidupkan kembali spesies lain seperti mamoth berbulu. Tujuan utamanya adalah untuk menerapkan teknologi ini dalam konservasi dunia nyata.
Bagikan