logo
Ikuti Kami di:

UMKM Kesulitan Dana, Fintech Lending Didorong jadi Alternatif Pembiayaan

UMKM Kesulitan Dana, Fintech Lending Didorong jadi Alternatif Pembiayaan
Ilustrasi UMKM. (TrenAsia/Debrinata)
Idham Nur Indrajaya12 Mei, 2025 22:01 WIB

JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkirakan potensi bisnis sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia dapat mencapai Rp2.194 triliun pada tahun 2025. Untuk merealisasikan proyeksi tersebut, pembiayaan menjadi kunci utama. Di sinilah peran fintech peer-to-peer (P2P) lending diharapkan bisa menjadi solusi pembiayaan alternatif yang efektif.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa hingga awal 2025, total outstanding pembiayaan melalui platform P2P lending kepada sektor UMKM telah mencapai Rp28,09 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 35,10% dari total pembiayaan yang disalurkan oleh seluruh platform fintech lending di Indonesia.

"Ini menunjukkan peran yang semakin besar dari fintech dalam mendorong pendanaan kepada sektor produktif," ujar Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Jumat, 9 Mei 2025. 

Aturan Baru Dorong Fintech Fokus ke Sektor Produktif

Agusman menjelaskan bahwa OJK terus mendorong pelaku fintech lending agar memperbesar porsi pembiayaan ke sektor produktif, termasuk UMKM. Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah penerbitan POJK Nomor 40 Tahun 2024.

“Dalam aturan tersebut, OJK memberikan keleluasaan kepada penyelenggara P2P lending yang memenuhi persyaratan tertentu untuk menyalurkan pembiayaan produktif hingga Rp5 miliar,” kata Agusman.

Aturan ini merupakan bagian dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028 yang disusun OJK untuk meningkatkan kontribusi fintech terhadap sektor riil.

Kendala Akses Pembiayaan Masih Membayangi UMKM

Meski potensi besar telah terbuka, UMKM masih menghadapi berbagai hambatan untuk bisa mengakses pembiayaan, termasuk dari fintech. Agusman menyebut sejumlah kendala utama, seperti:

  • Keterbatasan data keuangan yang terdokumentasi secara formal
  • Belum optimalnya pemanfaatan ekosistem digital
  • Banyak UMKM belum tergabung dalam rantai pasok formal, sehingga menyulitkan penilaian profil risiko mereka

Untuk mengatasi tantangan ini, OJK mendorong fintech lending agar menjalin kolaborasi dengan ekosistem e-commerce dan penyedia data alternatif.

“Kolaborasi ini bertujuan memperluas penilaian kredit berbasis data non-konvensional atau alternative credit scoring,” jelas Agusman.

Baca Juga: Perkuat Pembiayaan, 360Kredi Jalin Kerja Sama Channeling dengan Neo Commerce

Permintaan Kredit UMKM Masih Perlu Didorong

Dari sisi permintaan, pertumbuhan pinjaman dari UMKM belum terlalu agresif. OJK mencatat bahwa per Februari 2025, kredit UMKM hanya tumbuh 2,1% secara tahunan (year-on-year).

“Ini mengindikasikan bahwa permintaan kredit dari UMKM masih perlu diperkuat,” kata Agusman.

Untuk itu, penyelenggara P2P lending diharapkan tidak hanya fokus menyalurkan dana, tapi juga meningkatkan kualitas proses penagihan (collection) dan memperkuat strategi pembiayaan yang berkelanjutan.

Risiko NPL Jadi Tantangan di Tengah Ekspansi

Ekspansi pinjaman fintech lending ke sektor produktif harus tetap memperhatikan risiko kredit macet atau TWP90. Menurut OJK, pengawasan terhadap kualitas pendanaan di industri ini akan terus dilakukan secara ketat.

“Fintech juga perlu meningkatkan kemampuan dalam memfasilitasi penyaluran dana yang sehat, termasuk menjaga kualitas portofolio agar tidak menimbulkan lonjakan gagal bayar,” kata Agusman.

Bisakah Fintech Beralih dari Konsumtif ke Produktif?

Pertanyaan besar berikutnya adalah: apakah fintech lending bisa mengubah fokus dari pinjaman konsumtif ke produktif? Menurut Agusman, hal tersebut dimungkinkan, sepanjang dilakukan sesuai regulasi.

“Penyelenggara P2P lending dapat mengubah fokus bisnisnya dari pembiayaan konsumtif ke produktif selama mematuhi ketentuan yang berlaku dan melaporkan perubahan rencana bisnis kepada OJK,” jelasnya.

OJK sendiri terus mendorong penyelenggara untuk berinovasi dalam menyalurkan pendanaan ke sektor-sektor yang lebih berdampak terhadap perekonomian nasional, termasuk UMKM.