Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memutuskan mempercepat pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) untuk formasi tahun 2024.
Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta Selatan, pada Senin 17 Maret 2025.
Pemerintah mengumumkan untuk calon pegawai negeri sipil (CPNS), proses pengangkatan dipastikan berlangsung paling lambat pada Juni 2025.
Sementara, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan diangkat paling lambat pada Oktober 2025, menurut Prasetyo.
“Yang pertama, pengangkatan CASN dipercepat yaitu untuk CPNS diselesaikan paling lambat bulan Juni 2025,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi saat memberikan keterangan di Kantor Kemenpan RB, Jakarta, Senin, 17 Maret 2025.
“Sedangkan untuk PPPK seluruhnya diselesaikan paling lambat bulan Oktober 2025,” imbuhnya.
Menurutnya, penyelesaian pengangkatan ini agar ditindaklanjuti dan dilakukan sesuai dengan kesiapan masing-masing kementerian, atau lembaga dan instansi terkait.
“Kepada kementerian lembaga dan pemerintah daerah, Bapak Presiden memberi petunjuk untuk segera dilakukan analisis dan simulasi dengan tetap mempertimbangkan masing-masing di dalam memenuhi persyaratan tersebut,” pungkas dia.
“Agar pengangkatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal terbaru yang telah ditetapkan sebagaimana telah kami sebutkan di poin pertama,” lanjutnya.
Sebelumnya pemerintah sempat menunda pengangkatan CPNS 2024 hingga Oktober 2025 untuk CPNS dan Maret 2026 untuk calon PPPK. Keputusan tersebut memicu gelombang protes, terutama dari para calon aparatur sipil negara.
Para CASN mengungkapkan berbagai keluhan karena banyak dari mereka telah mengundurkan diri atau resign dari pekerjaan sebelumnya. Hal ini terjadi karena awalnya mereka dijanjikan akan diangkat pada April atau Mei 2025.
Hasil riset Center of Economic dan law Studies (Celios) menunjukkan, hasil model yang dilakukan CELIOS menggunakan metode Input-Output (I-O), ditemukan bahwa kerugian total output ekonomi mencapai Rp11,9 triliun imbas dari kebijakan ini, sementara pendapatan masyarakat mengalami penurunan sebesar Rp10,4 triliun.
Tidah berhenti sampai di situ, dampak langsung juga dialami oleh CPNS yang diperkirakan mencapai Rp6,76 triliun. Nilai tersebut didasarkan pada asumsi rata-rata gaji pokok aparatur sipil negara (ASN) sebesar Rp3,2 juta untuk masa kerja 0-3 tahun.
“Dari sisi total pendapatan ASN yang berpotensi hilang akibat penundaan pengangkatan sebesar Rp6,76 triliun,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira.
Kemudian diambil 80% dari gaji pokok, dikurangi pajak, dan ditambah berbagai tunjangan, sehingga diperkirakan setiap individu menerima sekitar Rp3 juta per bulan.
Bhima mengatakan, jika pengangkatan CPNS ditunda selama 9 bulan, maka setiap ASN berpotensi kehilangan pendapatan sekitar Rp27 juta. Sementara, total kebutuhan formasi baik di tingkat pusat maupun daerah, mencapai 250.407 posisi.
Para pengusaha turut mengalami kerugian karena uang gaji dan tunjangan yang seharusnya dibelanjakan oleh CPNS untuk berbagai kebutuhan, seperti barang pokok, perumahan, hingga elektronik, justru menjadi potential loss. Estimasi kerugian yang dialami pengusaha mencapai Rp3,68 triliun hasil kebijakan penundaan pengangkatan CPNS.
Secara tidak langsung penundaan pengangkatan CPNS juga berdampak luas, termasuk penurunan output sektor jasa pemerintah sebesar Rp3,5 triliun, sektor perdagangan -Rp441,7 miliar, serta sektor penyediaan makanan dan minuman yang terdampak hingga Rp286,8 miliar.
“Pemerintah seharusnya mempertimbangkan efek berantai dari setiap keputusan yang tidak hanya melibatkan ratusan ribu CPNS yang nasibnya tidak pasti, tapi juga pengusaha dan karyawan swasta yang terdampak kebijakan fatal pemerintah saat ekonomi sedang memburuk,” kata dia.
Terkait penundaan pengangkatan CPNS, Guru Besar Bidang Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Dr. Zulfikar, S.E., M.Si., turut menanggapi masalah ini.
Zulfikar mengkritisi pemerintah karena dianggap tidak memiliki strategi yang jelas dalam menangani penundaan ini. Menurutnya, alasan pemerintah yang menyatakan ketidaksiapan dalam pengangkatan CPNS dan PPPK sebagai penyebab penundaan adalah “cara-cara bodoh” dan merugikan semua lapisan masyarakat.
Dilansir dari news.ums.ac.id, Guru Besar UMS itu menjelaskan, pemerintah daerah telah menyusun perencanaan anggaran dan program jangka panjang secara terstruktur.
Namun, penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK berpotensi menghambat proses tersebut, karena pengangkatan calon ASN sudah menjadi bagian dari target serta alokasi anggaran tahunan.
“Ketika ini ditunda, pengelolaan anggaran akan terganggu, yang bisa berisiko pada laporan keuangan dan pencapaian kinerja,” jelasnya.
Zulfikar menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran pemerintah. Ia berpendapat, anggaran yang telah disepakati bersama DPR seharusnya dijalankan secara konsisten, dan pemerintah perlu menghindari alasan-alasan yang tidak rasional dalam pengambilan keputusan anggaran.