Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA – Baru-baru ini kantor Tempo menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga. Paket tersebut dikirim oleh seorang kurir yang mengenakan atribut dari aplikasi pengiriman barang. Paket itu ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik.
Menanggapi hal itu, Hasan Nasbi juru bicara kepresidenan dengan nada santa mengatakan agar kepala babi itu dimasak saja. “Sudah dimasak saja, dimasak saja,” kata Hasan Nasbi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025.
Dia berpendapat teror kepala babi tersebut tidak menjadi ancaman bagi Francisca, karena ia melihat Francisca tetap tenang dalam menanggapinya.
“Nggaklah, saya lihat ya, saya lihat dari media sosialnya Francisca yang wartawan Tempo, itu dia justru minta dikirimin daging babi. Artinya, dia enggak terancam kan. Buktinya dia bisa bercanda. Kirimin daging babi,” jelas Hasan.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pernyataan Hasan Nasb, yang seolah menyarankan untuk memasak kepala babi yang tergeletak di jalan, tidak hanya menunjukkan kurangnya empati, tetapi juga melanggar prinsip kebebasan pers.
Adapun, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritik pernyataan Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi dalam menanggapi teror berupa pengiriman kepala babi ke kantor Tempo. Ia meminta Prabowo untuk memecat Hasan Nasbi.
“Meminta kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto memecat Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, yang mengatakan babinya dimasak,” kata Said Iqbal.
Menjadi juru bicara presiden atau istana tentu bukan perkara sepele. Apa yang dia sampaikan mencerminkan apa yang disampaikan Presiden. Mulutnya adalah mulut presiden.
Indonesia telah memiliki banyak juru bicara kepresidenan yang cukup mumpuni. Mereka dikenal bisa menjalankan tugas dengan baik. Berikut beberapa di antaranya:
Sutopo lahir di Boyolali pada 7 Oktober 1969. Ia adalah seorang pegawai negeri sipil dan akademisi Indonesia. Ia menjabat sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Ia memulai kariernya di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1994 sebagai pegawai di bidang penyemaian awan. Tak lama kemudian, ia diangkat sebagai Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana di Pusat Teknologi Pengelolaan Lahan, Wilayah, dan Mitigasi Bencana BPPT.
Pada 2010, Sutopo diangkat sebagai Direktur Pengurangan Risiko Bencana sebelum dilantik sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB pada November tahun yang sama. Sebagai pegawai negeri sipil yang inspiratif, ia mendedikasikan dirinya untuk menyampaikan informasi terkait bencana alam hingga akhir hayatnya.
Sebagai salah satu tokoh yang berperan dalam membesarkan BNPB sejak lembaga ini dibentuk pada 2008, Sutopo juga turut mengharumkan nama Indonesia. Melalui karyanya, Petabencana, Pemerintah Indonesia meraih penghargaan tertinggi dari PBB dalam bidang inovasi kebencanaan di Baku, Azerbaijan.
Meski berjuang melawan kanker, Sutopo tetap totalitas dalam memberikan informasi terkait bencana. Seperti gempa beruntun di NTB, gempa disertai tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah, serta tsunami senyap di Selat Sunda.
Atas dedikasinya, ia menerima berbagai penghargaan, dan kisah hidupnya diabadikan dalam buku biografi Sutopo Purwo Nugroho: Terjebak Nostalgia yang ditulis oleh Fenty Effendy dan diterbitkan pada 1 September 2019.
Sutopo meninggal dalam perjuangannya melawan kanker paru-paru stadium 4B saat dirawat di rumah sakit di Guangzhou, China, 7 Juli 2019.
Dr. Achmad Yurianto pernah menjalankan tugas sebagai juru bicara pemerintah dalam penanganan COVID-19, peran yang membuatnya dikenal luas oleh masyarakat.
Selama 140 hari sejak awal pandemi, ia menjadi sosok yang dinantikan setiap sore untuk menyampaikan perkembangan terkini terkait situasi COVID-19 di Indonesia.
Saat memasuki periode Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) pada pertengahan 2020, ia aktif memperkenalkan istilah baru guna mempermudah pemahaman masyarakat dan mendorong disiplin dalam mengikuti imbauan pemerintah.
Diketahui, Yuri merupakan purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Kolonel CKM. Ia memulai kariernya sebagai dokter militer pada tahun 1987 dan pernah menjabat sebagai Perwira Utama Kesehatan di Daerah Militer V Brawijaya.
Pada tahun 2008, ia dipercaya menjadi Wakil Kepala Rumah Sakit Tingkat II Dustira di Cimahi, Jawa Barat, sebelum kemudian mengemban tugas sebagai Wakil Kepala Kesehatan Daerah Militer IV Diponegoro, Semarang, hingga tahun 2011.
Dr. Yuri memiliki rekam jejak yang baik sebagai pejabat Kemenkes maupun sebagai Juru Bicara COVID-19 Kemenkes.
Dalam kariernya di Kemenkes, ia pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, serta Staf Ahli Menkes bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
Setelah meninggalkan Kemenkes, dia melanjutkan kiprahnya sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.
Sebagai Juru Bicara COVID-19 Kemenkes, dr. Yuri dikenal memiliki rekam jejak yang baik di kalangan wartawan. Dr. Yuri meninggal dunia pada 21 Mei 2022. Banyak jurnalis yang menyampaikan belasungkawa melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes atas kepergiannya.
Nama Julian Aldrin Pasha sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Ia menjabat sebagai juru bicara kepresidenan dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kabinet Indonesia Bersatu II, menggantikan Andi Mallarangeng.
Julian tak pandai berkelit, tapi ia memiliki kemampuan untuk menyaring informasi dan menahan hal-hal yang menurutnya tidak perlu disampaikan ke publik. Hal ini membuat wartawan harus berpikir keras untuk mendapatkan informasi darinya.
Ketika pertanyaan sudah mentok dan tidak ada celah untuk menggali lebih jauh, Julian sering kali tersenyum lalu berkata, "Ada lagi pertanyaan yang bisa saya jawab?" Mendengar itu, para jurnalis yang biasa meliput kegiatan kepresidenan pun hanya bisa tertawa lemas, menyadari tidak ada lagi yang bisa mereka gali darinya.
Dia mengakui harus belajar dengan tekun untuk dapat memilah dan menyaring informasi yang diterimanya.
“Ya itu memang karena saya belum tahu atau saya tahu dan memang tidak perlu untuk disampaikan, mungkin saya juga tidak harus sampaikan. Tapi bukan berarti kalau ada hal-hal yang harus saya manipulasikan, saya pastikan itu tidak ada,” kata Julian.
Julian telah mendalami ilmu politik sejak di bangku S1, ia adalah lulusan FISIP Universitas Indonesia (UI) dengan jurusan Ilmu Politik. Ia kemudian melanjutkan pendidikan magister di bidang yang sama di UI. Untuk studi doktoralnya, ia memilih menempuh pendidikan di luar negeri, yakni di Universitas Hosei, Jepang, hingga tahun 2006.
Setelah kembali ke Indonesia, karier akademiknya semakin berkembang. Ia dipercaya menjadi Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik UI setelah sebelumnya aktif sebagai dosen dan asisten ahli di FISIP UI. Setahun setelah menduduki posisi tersebut, ia ditunjuk sebagai Wakil Dekan FISIP UI.
Di lingkungan akademik, Julian dikenal sebagai sosok yang rajin dan disiplin. Pengalamannya menuntut ilmu di Jepang—negara dengan etos kerja tinggi—semakin mengasah kedisiplinannya.
Menurut rekannya di FISIP UI, Andrinof Chaniago, Julian adalah pribadi yang cermat dan berhati-hati dalam berbicara serta menulis, sehingga cocok menjadi juru bicara kepresidenan. Sementara, menurut peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi, sikap tenang Julian menjadi salah satu alasan SBY memilihnya untuk mengemban tugas tersebut.