logo
Ikuti Kami di:

Tanpa Ditopang Infrastruktur dan Regulasi, Hilirisasi Tembaga Tidak akan Maksimal

Tanpa Ditopang  Infrastruktur dan Regulasi, Hilirisasi Tembaga  Tidak akan Maksimal

Ilustrasi

undefined
Debrinata Rizky21 Maret, 2025 23:01 WIB

JAKARTA – Hilirisasi tembaga terus menjadi perhatian pemerintah lantaran dianggap menjadi langkah strategis dalam memperkuat ekosistem industri nasional.

Salah satunya melalui percepatan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia, anggota Grup MIND ID, di Gresik dinilai menjadi bagian dari upaya besar untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam negeri.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus, menilai bahwa hilirisasi tembaga memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan energi dan industri nasional.

Namun, daya saing produk hasil hilirisasi akan semakin kuat jika ditopang oleh infrastruktur yang memadai, regulasi yang kondusif, serta ketersediaan energi yang stabil.

“Agar daya saing produk hilirisasi bisa optimal di pasar global, dibutuhkan dukungan dari berbagai sektor. Misalnya, pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas yang lebih baik,” ujar Heri dalam keterangan resmi pada Jumat, 21 Maret 2025.

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya penguatan program pada sisi sumber daya manusia (SDM). Terlebih, sektor pertambangan tergolong sebagai industri padat modal dan membutuhkan kapasitas serta kapabilitas SDM yang tinggi demi menjamin keberlanjutan.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, turut menyoroti tantangan utama dalam hilirisasi, yakni membangun industri hilir yang mampu menghasilkan produk akhir (end product).

Menurutnya, keberadaan Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi (BPI) yang baru terbentuk dapat menjadi salah satu solusi dalam mengembangkan industri hilir tembaga.

Di sisi lain, penguatan sektor hulu juga menjadi faktor penting dalam ekosistem industri tembaga. Data Badan Geologi 2023 menunjukkan bahwa cadangan tembaga Indonesia mengalami penurunan dari 28 juta ton pada 2020 menjadi 20,3 juta ton, dengan total cadangan bijih mencapai 3 miliar ton.

Sekadar informasi saat ini, pengelolaan sumber daya tembaga nasional masih terkonsentrasi di PT Freeport Indonesia, di mana kepemilikan sahamnya terdiri atas 41,23% oleh BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID, 10% oleh Pemerintah Daerah Papua, dan 48,77% oleh Freeport McMoRan.

Dengan total kepemilikan Indonesia mencapai 51,23%, penguasaan sumber daya menjadi faktor kunci untuk memperkuat hilirisasi.