logo
Ikuti Kami di:

Sri Mulyani Sebut Industri Tekstil Mulai Pulih, Benarkah?

Sri Mulyani Sebut Industri Tekstil Mulai Pulih, Benarkah?
Karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau biasa dikenal Sritex.
Debrinata Rizky14 Maret, 2025 17:03 WIB

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan jika kondisi industri padat karya yaitu tekstil produk tekstil (TPT) dan alas kaki mulai pulih dan menjadi salah satu kontributor utama manufaktur. 

Menurut data Kementerian Keuangan, pada periode 2024, industri TPT tumbuh di angka 4,3% year-on-year (yoy) atau meningkat dari tahun sebelumnya yang terkontraksi 2% yoy. Termasuk pada dengan industri alas kaki yang tumbuh hingga 6,8% tahun lalu atau naik dari sebelumnya 0,3% pada 2023. 

"Walaupun ada perusahaan mengalami kebangkrutan, tapi TPT kita tumbuh 4,3 persen di tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya yang negatif 2 persen,"ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita dikutip pada Jumat, 14 Maret 2025.

Pertumbuhan kedua industri tersebut didorong oleh permintaan domestik dan ekspor. Untuk ekspor alas kaki tumbuh 17%, sedangkan tekstil tumbuh 3,8%. Menurut dia, kondisi tersebut menunjukkan bahwa hingga akhir 2024, industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja banyak seperti TPT dan alas kaki masih berada dalam kondisi yang baik. 

pertumbuhan sektor manufaktur seperti industri makanan dan minuman yang tumbuh 5,9% yoy atau naik dari tahun sebelumnya 4,6% yoy didorong permintaan domestik.  

Industri kimia juga tumbuh hingga 5,9% yoy atau naik dari tahun sebelumnya 0,1% yoy pada 2023. Di sisi lain, industri elektronik tumbuh 6,2% yoy atau melambat dari tahun sebelumnya 13,7% yoy dan pertumbuhan industri logam dasar juga melambat dari 14,2% pada 2023 menjadi 13,3% pada 2024. 

Ribuan Pekerja Tekstil di PHK Massal

Bersebrangan dengan pernyataan Sri Mulyani, catatan TrenAsia.com sejak awal 2024 justru menunjukkan jumlah pabrik yang tutup dan melakukan PHK massal terus bertambah. Sektor-sektor seperti tekstil, elektronik, otomotif, dan alas kaki menjadi yang paling terdampak. 

Faktor yang mendorong diantaranya, penurunan permintaan global yang dipicu oleh perlambatan ekonomi dunia menyebabkan ekspor Indonesia mengalami kontraksi, terutama di sektor manufaktur yang bergantung pada pasar luar negeri. 

Tingginya biaya produksi, termasuk upah tenaga kerja, bahan baku, dan biaya energi, juga menjadi tantangan berat bagi industri dalam negeri untuk tetap kompetitif.

Di sisi lain, masuknya produk impor murah, yang semakin deras akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China, menekan industri lokal yang kesulitan bersaing dalam harga. 

Tidak sedikit perusahaan yang akhirnya memilih untuk merestrukturisasi bisnis atau bahkan memindahkan operasinya ke negara lain yang menawarkan insentif investasi lebih menarik, seperti Vietnam yang memiliki kebijakan perpajakan lebih ringan serta biaya produksi yang lebih rendah.

8 perusahaan yang Gulung Tikar

1. PT Sritex: Pailit, 10.665 karyawan di-PHK (Maret 2025).
2. PT Yamaha Music & Yamaha Indonesia: Produksi dialihkan, 1.100 karyawan di-PHK(Maret & Desember 2025).
3. PT Sanken Indonesia: Fokus ke semikonduktor, memPHK 457 karyawan (Juni 2025).
4. PT Asia Pacific Fibers: Lonjakan impor, memPHK 2.500 karyawan (November 2024).
5. PT Sepatu Bata: Permintaan turun, memPHK 233 karyawan (April 2024).
6. PT HungA: Pasar lesu, memPHK 1.500 karyawan (Februari 2024).
7. PT Cahaya Timur Garmindo: Pailit, memPHK 650 karyawan (Maret 2024).
8. PT Tokai Kagu: Daya saing turun, memPHK 195 karyawan (Maret 2025).