logo
Ikuti Kami di:

Skema Baru Royalti Batu Bara Untungkan BUMI dan INDY, Bagaimana PTBA?

Skema Baru Royalti Batu Bara Untungkan BUMI dan INDY, Bagaimana PTBA?
Terminal Batu Bara Pelabuhan Huanghua, di provinsi Hebei, China
Alvin Pasza Bagaskara18 Maret, 2025 16:01 WIB

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengajukan perubahan skema royalti pertambangan batu bara yang berpotensi mengubah peta keuntungan perusahaan di sektor ini. Regulasi baru ini diperkirakan berdampak signifikan terhadap profitabilitas BUMI dan INDY.

Konsultasi publik yang digelar Sabtu lalu membuka wacana penurunan tarif royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari 28% menjadi 18%. Sebaliknya, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan menghadapi kenaikan tarif royalti dari 10,5% menjadi 11,5%.

Invesment Analyst Stockbit Sekuritas, Hendriko Gani, mengatakan jika skema ini diterapkan secara surut sejak awal 2025, dampaknya terhadap keuangan perusahaan batu bara akan sangat besar. Beberapa emiten tertentu diperkirakan mendapatkan keuntungan besar, sementara yang lain berpotensi mengalami tekanan.

“Skema baru ini menguntungkan perusahaan dengan izin IUPK, seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI),” ujarnya dalam riset yang dirilis pada Senin, 17 Maret 2025.

Hendriko menjelaskan dengan penurunan tarif royalti, laba bersih tahun 2025 BUMI diproyeksikan melonjak +142% dibanding tahun sebelumnya, diikuti oleh INDY (+126%) dan AADI (+22%). Sebaliknya, PTBA sebagai pemegang IUP diperkirakan mengalami penurunan laba bersih sebesar -7,1% akibat kenaikan royalti.

Selain itu, perubahan ini juga berdampak pada valuasi rasio harga terhadap laba (P/E ratio) perusahaan batu bara. Dengan asumsi harga batu bara Newcastle US$110 per ton pada 2025, P/E BUMI diperkirakan turun dari 18,7x menjadi 7,7x, INDY 11,2x menjadi 4,9x.

Sementara itu, rasio P/E AADI diproyeksikan turun dari 3,7x menjadi 3x, sedangkan PTBA mengalami kenaikan dari 6x menjadi 6,4x. “Penurunan rasio P/E yang besar pada BUMI dan INDY bisa menjadi sinyal bahwa saham ini berpotensi naik,” tambah Hendriko.

Apakah Ini Waktu yang Tepat untuk Investasi?

Dengan lonjakan laba bersih dan penurunan valuasi yang tajam, saham perusahaan batu bara tertentu semakin menarik bagi investor. Namun, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum mengambil keputusan, salah satunya adalah bagaimana pasar merespons skema baru ini.

Jika investor melihat BUMI dan INDY sebagai saham dengan valuasi rendah dibanding prospeknya, ada kemungkinan harga sahamnya akan naik dalam waktu dekat. Sebaliknya, tekanan terhadap laba bersih PTBA bisa mengurangi minat investor, terutama terkait prospek dividen.

Selain itu, faktor eksternal seperti fluktuasi harga batu bara global dan kebijakan energi hijau juga harus diperhitungkan. Jika harga batu bara turun lebih rendah dari asumsi US$110 per ton, dampak positif dari penurunan royalti bisa berkurang secara signifikan.

Di sisi lain, ketidakpastian aturan tetap menjadi faktor risiko utama. Jika skema ini mengalami perubahan sebelum diterapkan, dampak terhadap perusahaan batu bara bisa berubah. Investor perlu memantau perkembangan regulasi untuk memahami potensi risiko dan peluang di sektor ini. 

Dari sisi pergerakan harga saham, emiten BUMI pada perdagangan kemarin bertengger di angka Rp94 per saham, naik 2,17%. Hal yang sama juga dirasakan oleh AADI yang nilai sahmanya melesat 3,47% ke level Rp6,700 per saham. 

Berbeda dengan BUMI dan AADI, saham INDY justru ditutup melemah 3,96% ke level Rp1.335 per saham. Sementara itu, saham PTBA yang diramal mengalami tekanan akibat kebijakan itu terpantau bergerak stagnan di level Rp2.450 per saham.