Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA - Menjelang agenda Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada akhir Maret 2025, saham bank-bank BUMN menghadapi dinamika pasar yang menarik. Meski kinerja sahamnya masih lesu sepanjang tahun berjalan, prospek penguatan tetap terbuka. Kebijakan dividen yang cenderung menarik bagi investor menjadi salah satu pendorong utama.
Bank-bank pelat merah bersiap menebar dividen atas kinerja tahun buku 2024. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) akan menggelar RUPST pada 24 Maret 2025 di Menara BRILiaN, Jakarta Selatan. Disusul PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pada 25 Maret 2025 di Plaza Mandiri, Jakarta Selatan.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) juga akan menyelenggarakan RUPST pada 26 Maret 2025 di Menara BNI, Jakarta Pusat. Dalam beberapa tahun terakhir, bank BUMN mempertahankan kebijakan dividen yang relatif tinggi, menarik bagi investor yang mencari imbal hasil dari saham perbankan.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan bahwa rasio pembagian dividen BNI tahun buku 2024 diperkirakan berada di kisaran 55%-60%. Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan bahwa BBRI tetap memiliki kapasitas untuk membagikan dividen besar karena modalnya yang kuat.
Sementara itu, Bank Mandiri juga berupaya menjaga rasio pembagian dividen di level 60% dari laba. Konsistensi dalam kebijakan dividen ini menjadi daya tarik utama bagi investor, terutama menjelang pengumuman resmi dalam RUPST yang akan datang.
Sepanjang 2025, kinerja saham bank BUMN masih bervariasi. Saham BMRI mengalami penurunan 16,84% year to date (ytd) dan ditutup di level Rp4.740 per saham pada 14 Maret 2025. Saham BBRI juga melemah 8,09% ytd ke level Rp3.750 per saham.
Namun, saham BBNI justru menguat 1,84% ytd ke Rp4.430 per saham. Meskipun pergerakan saham belum stabil, beberapa faktor bisa menjadi pendorong penguatan ke depan, terutama dari kebijakan moneter serta strategi perbankan dalam meningkatkan profitabilitasnya.
Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi dan Brandon Boedhiman menyoroti peluang bagi BBRI untuk mengembangkan produk Kupedes yang menawarkan yield lebih tinggi guna mengimbangi tekanan biaya dana (cost of fund/CoF). BMRI juga dinilai memiliki ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit ritel.
Terdapat peluang bagi BMRI dalam menyesuaikan imbal hasil kredit, sehingga dapat mengimbangi tekanan margin bunga bersih (net interest margin/NIM). Sementara itu, kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) diperkirakan dapat memperkuat likuiditas BBNI, memberikan tambahan dana untuk ekspansi bisnis.
Di balik peluang tersebut, bank-bank BUMN juga menghadapi tantangan yang perlu diwaspadai. BBRI masih dibayangi tekanan net interest margin (NIM) dan rasio kredit bermasalah (NPL) seiring dengan restrukturisasi pinjaman mikro yang berkelanjutan.
BMRI berisiko mengalami peningkatan NPL akibat pencairan kredit komersial yang terus berlanjut tanpa manajemen risiko yang memadai. Sementara itu, BBNI menghadapi tantangan dari tingginya biaya dana (CoF) serta ketatnya likuiditas akibat imbal hasil Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang masih tinggi.
Kendati demikian, proyeksi analis tetap optimistis. Samuel Sekuritas memberikan rekomendasi "buy" untuk BBRI dengan target harga Rp5.500 per saham, BBNI di Rp6.000 per saham, dan BMRI di Rp8.000 per saham. Analis melihat potensi penguatan saham dalam jangka menengah.