Bagikan:
Nampak antrian pembelian logam mulia ANTAM di sebuah pusat perbelanjaan kawasan Tangerang Selatan, Sabtu 19 Juni 2021. Anjloknya harga emas selama sepekan membuat masyarakat berlomba untuk membeli. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
undefinedBagikan:
JAKARTA – Kenaikan harga emas kembali mengerek saham-saham emiten tambang emas di pasar modal. Pada perdagangan Kamis, 13 Maret 2025 malam, harga emas di pasar spot melonjak 1,6% ke level US$2.977,36/oz, mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan harga emas ini dipicu oleh ketidakpastian kebijakan tarif dari Presiden AS, Donald Trump, serta meningkatnya ekspektasi pelonggaran moneter akibat kekhawatiran resesi yang disebabkan oleh perang dagang.
Investment Analyst Stockbit Sekuritas, Hendriko Gani, menyebut bahwa kenaikan harga emas memberikan sentimen positif bagi emiten produsen emas. Dengan harga yang lebih tinggi, perusahaan-perusahaan di sektor ini berpotensi meraup keuntungan lebih besar dari penjualan emas.
Hal ini tercermin dari pergerakan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang langsung direspons positif oleh pasar. Pada perdagangan sesi pertama hari ini, saham ANTM melesat 4,89% ke Rp1.610 per saham. Sepanjang sesi, saham ANTM diperdagangkan sebanyak 35,85 juta lembar dengan nilai transaksi mencapai Rp57,07 miliar dalam 6.994 transaksi.
Selain ANTM, saham-saham emiten tambang emas lainnya seperti PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) juga diperkirakan akan mendapat manfaat dari lonjakan harga emas. Kenaikan ini berpotensi mendorong harga jual rata-rata (ASP) dan memperlebar margin laba perusahaan, sehingga menguntungkan kinerja keuangan mereka.
Di tengah kenaikan harga emas, investor besar seperti BlackRock Inc. terlihat mengutak-atik portofolio mereka di emiten tambang emas Indonesia. Firma investasi terbesar dunia ini tercatat memborong 10,86 juta lembar saham ANTM sepanjang kuartal I-2025, sehingga kepemilikannya naik menjadi 243,82 juta lembar.
Tak hanya ANTM, BlackRock juga memborong 1,34 juta lembar saham PT United Tractors Tbk (UNTR), meningkatkan kepemilikannya menjadi 54,20 juta lembar dari sebelumnya 52,86 juta lembar pada akhir Desember 2024.
Sebaliknya, BlackRock melakukan aksi jual besar-besaran terhadap saham MDKA, memangkas hampir setengah kepemilikannya dari 413,88 juta lembar menjadi 221,72 juta lembar sepanjang kuartal I-2025.
Di sisi lain, rencana kenaikan royalti emas dan nikel oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menimbulkan kekhawatiran di pasar. Royalti emas diusulkan naik menjadi 7% hingga 16%, sedangkan royalti nikel akan meningkat menjadi 14% hingga 19%, tergantung pada harga komoditas.
Namun, analis JP Morgan tetap menempatkan ANTM sebagai saham pilihan utama. Dalam risetnya, mereka memperkirakan bahwa dampak kenaikan royalti terhadap EBITDA ANTM hanya sekitar 7%, sehingga tidak akan terlalu menggerus profitabilitas perusahaan.
JP Morgan juga menilai bahwa meskipun ada kekhawatiran pasar mengenai tekanan biaya akibat kenaikan royalti, dampaknya masih tergolong minimal. Oleh karena itu, mereka menyarankan investor untuk memanfaatkan momentum ini guna mengakumulasi saham ANTM, yang secara fundamental tetap solid.
Lebih lanjut, JP Morgan memproyeksikan laba ANTM akan tetap tangguh menghadapi kebijakan kenaikan royalti pada 2025. Mereka memberikan rating overweight dengan target harga Rp2.020 per saham.
Sementara untuk MDKA, JP Morgan juga memberikan rating overweight dengan target harga Rp1.950 per saham. Namun, perusahaan ini diprediksi akan lebih terdampak oleh kenaikan royalti emas dibandingkan ANTM.