logo
Ikuti Kami di:

Resmi Disahkan, Berikut Rincian Revisi UU TNI

Resmi Disahkan, Berikut Rincian Revisi UU TNI
Penyerahan berkas RUU perubahan kedua UU ITE dari Komisi I kepada Ketua DPR Puan Maharani dalam Rapat Paripurna, Selasa 5 Desember 2023
Muhammad Imam Hatami20 Maret, 2025 11:25 WIB

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pagi ini Kamis, 20 Maret 2025. 

Revisi tersebut mencakup sejumlah perubahan signifikan, termasuk perluasan peran TNI dalam jabatan sipil, perpanjangan usia pensiun, serta penambahan tugas pokok dalam operasi militer selain perang.

"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" ujar Ketua DPR RI Puan Maharani kala Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

Sesuai dengan Pasal 3 yang direvisi, TNI tetap berada di bawah Presiden dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan. Namun, untuk urusan strategi pertahanan dan administrasi, koordinasi kini berada di bawah Kementerian Pertahanan. 

Perubahan Penting: Penugasan Selain Perang

Salah satu perubahan krusial dalam revisi UU TNI adalah penambahan dua tugas pokok baru dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). 

Sebelumnya, TNI memiliki 14 tugas OMSP, kini bertambah menjadi 16 dengan tambahan menanggulangi ancaman siber, mengingat meningkatnya ancaman dunia maya yang dapat mengganggu pertahanan dan keamanan nasional. 

Kedua melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, yang menjadi semakin relevan dalam menghadapi berbagai krisis internasional.

Selain itu, revisi Pasal 47 memberikan ruang lebih luas bagi TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil. Jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh TNI aktif bertambah dari 10 menjadi 14 lembaga.

14 lembaga tersebut di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan RI, dan beberapa lembaga lainnya. 

Namun, jika seorang anggota TNI aktif ingin menduduki jabatan sipil di luar 14 lembaga tersebut, maka mereka wajib mundur atau pensiun terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk memastikan netralitas TNI dalam pemerintahan sipil.

Ketentuan baru dalam Pasal 53 juga mengubah batas usia pensiun bagi prajurit TNI, terutama untuk bintara dan tamtama serta perwira tinggi.

Rinciannya meliputi  Bintara dan Tamtama dari 53 tahun menjadi 55 tahun. Kedua Perwira (Kolonel ke bawah) tetap 58 tahun. Ketiga Perwira Tinggi  Bintang 1 hingga usia 60 tahun, Bintang 2 hingga usia 61 tahun, Bintang 3 hingga usia 62 tahun, Bintang 4 dari 58 tahun menjadi 63 tahun, dengan kemungkinan diperpanjang hingga 65 tahun melalui Keputusan Presiden (Keppres). 

Perpanjangan usia pensiun diharapkan dapat memaksimalkan pengalaman dan kompetensi perwira tinggi dalam menjaga stabilitas pertahanan negara.

Revisi UU TNI ini mendapat respons beragam dari berbagai pihak. Beberapa pihak menilai perubahan ini dapat memperkuat peran TNI dalam menghadapi ancaman baru seperti serangan siber dan konflik global yang mempengaruhi kepentingan nasional. 

Namun, ada juga yang mengkritik perluasan peran TNI di jabatan sipil, khawatir akan mengaburkan batas antara militer dan pemerintahan sipil. 

Meski demikian, pemerintah dan DPR menegaskan bahwa revisi ini tetap dalam koridor reformasi TNI, memastikan bahwa perubahan yang diusulkan tidak mengarah pada dwifungsi TNI seperti era sebelumnya. 

"Kami menegaskan bahwa perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berdasarkan pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disahkan," jelas Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto saat memaparkan laporan RUU tersebut.

Ke depannya, implementasi revisi UU ini akan diawasi ketat untuk memastikan tetap selaras dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.