logo
Ikuti Kami di:

Plus-Minus Pengalihan Impor BBM dari Singapura ke AS

Plus-Minus Pengalihan Impor BBM dari Singapura ke AS
Cerobong asap dari Total kilang minyak Grandpuits terlihat tepat setelah matahari terbenam, tenggara Paris (Reuters/Christian Hartmann)
Debrinata Rizky13 Mei, 2025 07:01 WIB

JAKARTA - Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang bakal menyetop impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura dan mengalihkannya ke Amerika Serikat (AS) menjadi sorotan. 

Rencana tersebut akan dilakukan bertahap mulai akhir tahun ini. Pengamat energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa menilai tindakan tersebut merupakan langkah strategis yang mestinya telah dikaji matang. 

Dia mengatakan kebijakan itu dapat membantu menyeimbangkan neraca dagang Indonesia-AS. "Jika dijalankan dengan baik, penghentian impor BBM dari Singapura dan pengalihan ke AS dapat meningkatkan ketahanan energi yg merupakan prioritas utama dan dapat menyeimbangkan neraca dagang," katanya kepada TrenAsia.com, Senin, 12 Mei 2025.

Namun, dia menggarisbawahi jarak antarnegara yang akan mempengaruhi biaya logistik, sehingga berpengaruh terhadap harga jual BBM itu sendiri. “Impor BBM dari AS mungkin memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura. Perlu diantisipasi potensi biaya impor yang lebih tinggi," ujar dia. 

Selain itu, Iwa melihat akan ada ketergantungan baru Indonesia pada AS dengan pengalihan impor tersebut. “Hal ini bisa memiliki dampak ekonomi dan geopolitik ke depan,” ujarnya. 

Pertimbangan Untuk Pemerintah 

Jika pemerintah tetap menginginkan pengalihan impor BBM, Iwa menyarankkan kajian mendalam harus perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti harga BBM. Contohnya perbandingan harga BBM di AS dan Singapura, serta biaya logistik ke Indonesia. 

Kedua melihat kapasitas dermaga, di mana kemampuan dermaga di Indonesia untuk menampung kapal besar dan meningkatkan efisiensi impor. Terakhir, kata Iwa, pemerintah harus melihat potensi dampak geopolitik dari pengalihan impor ke AS dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi hubungan dengan Singapura dan negara lain.

Sekadar informasi, sepanjang kuartal I-2025, Singapura masih menjadi penyumbang investasi terbesar dengan nilai US$4,6 miliar, diikuti Hong Kong (US$2,2 miliar), China (US$1,8 miliar), Malaysia (US$1 miliar), dan Jepang (US$1 miliar).

Termasuk dari sisi hilirisasi, Singapura tetap menempati posisi pertama dengan nilai US$4,6 miliar, disusul oleh Hong Kong: US$2,2 miliar, China US$1,8 miliar, Malaysia US$1 miliar, Jepang: US$1 miliar.