logo
Ikuti Kami di:

Menyikapi Revisi UU TNI, Kontras Sikap Megawati Dulu dan Kini

Menyikapi Revisi UU TNI, Kontras Sikap Megawati Dulu dan Kini
Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP
Muhammad Imam Hatami21 Maret, 2025 18:00 WIB

JAKARTA - Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menuai polemik di masyarakat, terutama terkait dengan keterlibatan militer dalam ranah sipil. 

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang selama ini dikenal sebagai pengusung supremasi sipil, justru memberikan dukungan terhadap revisi tersebut. Sikap ini memunculkan pertanyaan, terutama jika dibandingkan dengan posisi politik Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, di masa lalu yang begitu vokal menolak peran ganda militer.

Dulu: Megawati Menolak Dwifungsi ABRI

Pada era Orde Baru, Megawati Soekarnoputri dikenal sebagai salah satu tokoh yang menentang dominasi militer dalam pemerintahan. Dwifungsi ABRI, yang memungkinkan TNI terlibat dalam politik dan birokrasi sipil, menjadi salah satu kebijakan yang kerap dikritiknya. 

Penolakan Megawati terhadap peran militer dalam politik bahkan berkontribusi pada konflik politik yang membuatnya disingkirkan dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) melalui peristiwa Kudatuli pada 1996.

Pasca-reformasi 1998, Megawati turut mendorong penghapusan Dwifungsi ABRI dan menginisiasi pemisahan Polri dari TNI. Saat ia menjabat sebagai Presiden Indonesia pada 2001-2004, kebijakan tersebut tetap dijalankan guna memastikan supremasi sipil dalam pemerintahan. Reformasi TNI menjadi agenda utama dalam menghilangkan sisa-sisa peran politik militer yang kental di masa Orde Baru.

Bahkan pasca kepemimpinan Presiden Joko Widodo Megawati masih getol menolak wacana penguanan peran TNI dalam kancah sosial dan politik.

"TAP MPR harus dijalankan yaitu pemisahan antara TNI-Polri, loh kok sekarang disetarakan? Saya nggak ngerti maksudnya apa," ujar Megawati kala memberikan sambutan saat acara Mukernas Partai Perindo pada 30 Juli 2024, dikutip Jumat 21 Maret 2025.

Kini: PDIP Dukung Revisi UU TNI

Namun, dalam pembahasan revisi UU TNI di DPR tahun ini, Fraksi PDIP justru menyetujui beberapa poin yang dikritik sebagai upaya membuka kembali peran militer di ranah sipil. 

Awalnya, Megawati dikabarkan menolak revisi ini karena dinilai berpotensi menghidupkan kembali praktik Dwifungsi TNI. 

Namun, Ketua DPR Puan Maharani, menegaskan setelah pembahasan lebih lanjut, sikap PDIP menjadi lebih moderat dan akhirnya mendukung revisi tersebut.

"Mendukung, karena memang sesuai dengan apa yang diharapkan," ujar Puan kala memberikan keterangan pers usai rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.

PDIP beralasan revisi ini tetap menjunjung tinggi supremasi sipil dan tidak akan mengembalikan corak Orde Baru. Meski demikian, sejumlah kelompok masyarakat sipil menggelar aksi protes di depan Gedung DPR saat pengesahan revisi UU TNI berlangsung.

Sudah tidak ada hal yang kemudian melanggar hal-hal yang dicurigai, kalau kemudian bukan dalam jabatan-jabatan tersebut, TNI aktif harus mundur. Dalam revisi UU TNI itu sudah jelas dan clear," tambah Puan.

PDIP: Masihkah Menjadi Oposisi?

Sikap PDIP dalam revisi UU TNI juga menambah ketidakpastian posisi politik partai ini pasca-pemerintahan Presiden Joko Widodo. PDIP yang sebelumnya dinilai sebagai oposisi terhadap pemerintahan Prabowo Subianto kini tampak lebih fleksibel dalam menentukan arah politiknya.

Jika dibandingkan dengan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di mana PDIP secara tegas mengambil peran sebagai oposisi, kali ini partai tampak lebih moderat dalam menentukan sikap. Kongres PDIP yang akan digelar pada April 2025 diperkirakan akan menjadi penentu arah politik partai, apakah tetap berada di luar pemerintahan atau memilih merapat ke koalisi Prabowo.

Perubahan sikap PDIP dalam revisi UU TNI mencerminkan dinamika politik yang terus berkembang. Meski menegaskan bahwa revisi ini tidak akan menghidupkan kembali Dwifungsi TNI, dukungan PDIP tetap menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai reformasi TNI justru berpotensi mundur.

Dengan adanya revisi UU TNI yang telah disahkan, pertanyaan yang kini muncul adalah sejauh mana pemerintah akan mengimplementasikan aturan baru ini tanpa mengancam supremasi sipil. 

Publik pun masih menunggu bagaimana sikap Megawati dan PDIP ke depan dalam mengawal isu-isu demokrasi dan militerisme di Indonesia.