Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA - Kasus kecurangan penjualan minyak goreng bersubsidi MinyaKita masih ramai dibicarakan. PT Artha Eka Global Asia (AEGA) kedapatan menyalahgunakan lisensi merek MinyaKita dengan mengalihkan produksi kepada dua pabrik pengepakan ilegal di Pasar Kemis dan Rajeg, Tangerang.
“Perusahaan ini memberikan lisensi merek MinyaKita kepada dua pabrik pengepakan lainnya yang tidak terdaftar dengan imbal balik pembayaran kompensasi ke PT AEGA," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso kala memaparkan barang bukti temuan pabrik MinyaKita di Karawang, Jawa Barat, Kamis (13/3).
Atas praktik ini, PT AEGA diduga menerima keuntungan sebesar Rp12 juta per bulan dari dua pabrik tersebut. Dua pabrik yang bekerja sama dengan PT AEGA diketahui tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) maupun izin edar dari BPOM.
Hal ini berpotensi membahayakan kualitas dan keamanan produk yang beredar di pasaran. Selain itu, volume kemasan yang diproduksi hanya berkisar 750–800 ml, jauh di bawah standar 1 liter yang seharusnya.
PT AEGA juga terlibat dalam sejumlah pelanggaran lain, termasuk penggunaan minyak goreng non-DMO (komersial) yang lebih mahal, lalu mengurangi volume kemasan agar tetap mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET).
Selain itu, PT AEGA sendiri tidak memiliki izin edar MinyaKita, tidak sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), serta tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang sah.
Sejumlah distributor "nakal" MinyaKita juga melanggar ketentuan dengan menggunakan minyak komersial, bukan dari pasokan yang berasal dari skema Domestic Market Obligation (DMO) eksportir CPO.
Padahal, sesuai aturan, minyak dalam kemasan merek MinyaKita seharusnya diproduksi menggunakan pasokan DMO yang disediakan oleh perusahaan eksportir CPO, bukan minyak komersial biasa.
Praktik ini berpotensi menyalahi kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat.
“Perusahaannya nakal, ya. Dia ingin memproduksi banyak, makanya biar enggak ketahuan dia pakai yang non-DMO, pakai minyak komersial,” kata Budi.
Kasus ini telah ditangani oleh Polda Banten, dan kedua pabrik ilegal kini telah dihentikan operasionalnya. Kementerian Perdagangan pun menegaskan akan menindak tegas pelaku kecurangan dalam distribusi minyak goreng bersubsidi ini.
Dari penggerebekan yang dilakukan, sejumlah barang bukti berhasil diamankan, di antaranya 32.284 botol kosong berbagai ukuran, 30 unit tangki minyak goreng dengan kapasitas masing-masing 1 ton, serta 140 dus MinyaKita yang berisi 12 botol per dus.
Pihak berwenang kini tengah mendalami keterlibatan PT AEGA dalam jaringan distribusi minyak goreng curang ini. Kementerian Perdagangan menegaskan akan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang terbukti melanggar aturan terkait minyak goreng bersubsidi.
“Kedua perusahaan yang mendapat lisensi (ilegal) tadi sudah ditangani oleh Polda Banten dan sekarang sudah tidak beroperasi lagi,” kata Budi.
Kasus ini menjadi peringatan bagi produsen lain agar tidak bermain curang dalam distribusi MinyaKita, mengingat minyak goreng ini diperuntukkan bagi masyarakat dengan harga terjangkau.
Pemerintah pun diharapkan dapat memperketat pengawasan agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.