logo
Ikuti Kami di:

Laba BRI Anjlok di Awal Tahun, Begini Kata Pengamat

Laba BRI Anjlok di Awal Tahun, Begini Kata Pengamat
Logo BRI di Kantor Pusat Bank Rakyat Indonesia Jl Jend Sudirman Jakarta Pusat. (TrenAsia/Panji Asmoro)
Idham Nur Indrajaya12 Maret, 2025 18:03 WIB

JAKARTA - Pada Kamis, 27 Februari 2025, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) merilis laporan keuangan periode Januari 2025 yang menunjukkan penurunan laba bersih secara signifikan. Bank pelat merah ini mencatatkan laba bersih sebesar Rp2,0 triliun, turun lebih dari separuh dibandingkan Januari 2024 yang mencapai Rp4,8 triliun. 

Penurunan tajam ini langsung memicu aksi jual saham oleh investor, menyebabkan harga saham BBRI anjlok ke level Rp3.360 per lembar, sebelum akhirnya mulai merangkak naik kembali. Namun, hingga saat ini, harga saham BBRI masih belum kembali ke level psikologis Rp4.000 per lembar.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat menjelaskan bahwa penurunan laba BBRI disebabkan oleh lonjakan beban cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). 

Berdasarkan laporan keuangan Januari 2025, pendapatan bunga BBRI hanya mengalami penurunan tipis sebesar -6,2%, dari Rp13,9 triliun pada Januari 2024 menjadi Rp13,0 triliun. Namun, beban CKPN melonjak drastis sebesar 188%, dari Rp2,6 triliun menjadi Rp5,6 triliun, yang menyebabkan laba bersih bank ini anjlok.

CKPN adalah cadangan yang dibentuk bank untuk mengantisipasi potensi kerugian akibat kredit macet. “Jadi, walaupun kredit macet ini belum benar-benar terjadi, bank tetap harus mencatatnya dalam laporan keuangan. Hal ini diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna memastikan kesehatan keuangan perbankan,” jelas Teguh melalui hasil risetnya, dikutip Rabu, 12 Maret 2025. 

Lebih lanjut, Teguh mengungkapkan bahwa lonjakan CKPN BBRI ini terkait dengan restrukturisasi kredit bermasalah akibat pandemi COVID-19. 

“Manajemen BBRI telah menyatakan bahwa mereka tidak lagi menganggap beberapa kredit bermasalah sejak era pandemi bisa ditagih. Oleh karena itu, mereka mencatatkan CKPN yang lebih besar untuk menyesuaikan laporan keuangan dengan kondisi terkini,” paparnya.

Kendati demikian, Teguh menegaskan bahwa pencatatan CKPN yang lebih besar ini justru menjadi langkah positif dalam jangka panjang. “Aset keuangan BBRI sekarang lebih ‘bersih’, sehingga dalam jangka panjang laba bersih mereka berpotensi kembali tumbuh lebih stabil,” tambahnya.

  • Baca Juga: Koperasi Merah Putih: Potensi Kredit Macet dan Risiko Likuiditas Bank BUMN

Prospek Kinerja BBRI ke Depan

Menanggapi kondisi ini, Teguh membandingkan situasi BBRI dengan yang pernah dialami oleh Bank Negara Indonesia (BBNI) pada tahun 2015. Kala itu, BBNI juga mencatatkan penurunan laba hingga 50% akibat lonjakan CKPN, yang menyebabkan harga sahamnya jatuh dari Rp3.500 ke Rp2.000. Namun, dalam beberapa tahun berikutnya, kinerja BBNI kembali pulih dan harga sahamnya pun naik.

“Untuk BBRI, skenario yang sama kemungkinan besar akan terjadi. Laba bersih mereka mungkin masih turun hingga akhir 2025, tetapi tidak akan sedalam yang terjadi di Januari ini, kemungkinan hanya sekitar 5-10%,” ujar Teguh. “Lalu pada 2026 dan seterusnya, laba bersih mereka berpotensi kembali naik seperti biasanya.”

Meski mengalami tekanan, Teguh menyarankan investor yang memiliki saham BBRI untuk tetap tenang dan tidak terburu-buru menjual sahamnya. “Penurunan harga saham BBRI sejauh ini sudah mencerminkan dampak penurunan laba di Januari 2025 atau istilahnya sudah price in. Jadi, kalau di laporan keuangan bulan Februari dan seterusnya kinerja BBRI mulai membaik, maka harga sahamnya pun kemungkinan akan naik perlahan,” ungkapnya.

Dengan fundamental bisnis yang masih kuat, serta strategi manajemen dalam menjaga kesehatan keuangan perusahaan, BBRI diperkirakan dapat kembali mencatat pertumbuhan laba dalam jangka panjang. “Untuk sekarang, investor sebaiknya tetap hold saham BBRI, karena ke depan masih ada potensi pemulihan,” tutup Teguh.