logo
Ikuti Kami di:

Kontroversi Penunjukan Teddy Indra Wijaya sebagai Seskab

Kontroversi Penunjukan Teddy Indra Wijaya sebagai Seskab
Muhammad Imam Hatami13 Maret, 2025 17:01 WIB

JAKARTA - Penunjukan Letnan Kolonel (Letkol) TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai kontroversi. 

Pemerintah membela keputusan ini sebagai langkah strategis. Sementara berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat dan anggota DPR, mengkritik keras kenaikan pangkat dan penempatan Teddy di posisi sipil tersebut.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak mengatakan Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya tidak harus mundur atau pensiun dari tentara meski menjabat sebagai Sekretaris Kabinet. Menurut dia, aturan itu sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2024 tentang Kementerian Sekretariat Negara.

"Seharusnya di situ, kalau berdasarkan (Perpres) itu tidak harus (mundur)," kata Maruli kepada awak media di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 13 Maret 2025.

Perpres 148 Tahun 2024 Pasal 48 ayat 1 menyatakan, Sekretariat Militer Presiden terdiri atas paling banyak empat biro dan Sekretaris Kabinet. Dia menilai bahwa penempatan Teddy Indra di jabatan pemerintahan itu tidak menyalahi undang-undang yang berlaku.

Maruli mengatakan bahwa posisi di Sekretariat Militer Presiden memang bisa dipimpin oleh bintang dua. "Dan tidak ada yang pensiun dari sejak aturannya ada," ujar Maruli.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Meutya Hafid menjelaskan penunjukan Teddy sebagai Seskab dilakukan berdasarkan pertimbangan strategis dan kewenangan konstitusional Presiden. Namun pemerintah juga memahami adanya Pro-Kontra yang terjadi di masyarakat berkaitan dengan penunjukan ini.

“Pemerintah memahami adanya perhatian dan diskusi publik terkait status Letnan Kolonel (Letkol) TNI Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet,” jelas Meutya.

Meutya Hafid menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah didasarkan pada hukum dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.  “Kami juga menghargai berbagai masukan dari masyarakat dan akan terus mengedepankan transparansi serta akuntabilitas dalam setiap langkah yang diambil,”  tambah Meutya.

Nuansa Politis dan Pelanggaran Netralitas

Di tengah pembelaan pemerintah, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyoroti kenaikan pangkat Teddy dari Mayor menjadi Letkol yang dinilai bernuansa politis. Menurutnya, kenaikan pangkat tersebut tidak didasarkan pada prestasi atau sistem merit, melainkan lebih pada kepentingan politik.

Ardi juga mengkritik rekam jejak Teddy yang dianggap tidak memiliki pengalaman tugas lapangan sebagai prajurit TNI

Selain itu, Ardi menilai Teddy melanggar netralitas TNI saat Pemilu 2024 karena terlihat mengenakan atribut kampanye pasangan Prabowo-Gibran. 

Kritik juga datang dari anggota Komisi I DPR, Tubagus (TB) Hasanuddin. Ia meminta Teddy mundur dari dinas militer karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hasanuddin menyoroti bahwa dalam draf revisi UU TNI, prajurit aktif hanya boleh mengisi jabatan sipil di 15 kementerian atau lembaga, dan posisi Seskab tidak termasuk di dalamnya.

Hasanuddin mengungkapkan bahwa pada Oktober 2024, pihak Istana sempat meminta pendapatnya terkait pengangkatan Teddy sebagai Seskab. Saat itu, ia menyarankan agar Teddy tetap ditempatkan di Sekretariat Militer, bukan di posisi sipil seperti Seskab.

TB Hasanuddin mengusulkan beberapa alternatif jabatan yang lebih sesuai bagi Teddy di lingkungan Sekretariat Militer. Beberapa di antaranya adalah Kepala Biro Umum, Kepala Biro Tanda Pangkat, serta Kepala Biro Tanda Jasa dan Kehormatan. 

Selain itu, ia juga mengusulkan jabatan baru, yaitu Kepala Biro Sekretariat Kabinet di bawah Sekretariat Militer. Menurutnya, penempatan Teddy sebagai Sekretaris Kabinet tidak sesuai dengan Pasal 47 UU TNI, yang melarang prajurit aktif menduduki jabatan sipil tertentu. 

Kontroversi ini menunjukkan tarik ulur antara kepentingan strategis pemerintah dan prinsip netralitas serta meritokrasi dalam institusi TNI. Sementara pemerintah terus membela keputusan Presiden, kritik dari berbagai pihak mengindikasikan bahwa polemik ini belum akan berakhir dalam waktu dekat.