logo
Ikuti Kami di:

Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Kebijakan Pembatasan Truk Jadi Sorotan

Kemacetan Parah di Tanjung Priok, Kebijakan Pembatasan Truk Jadi Sorotan
Suasana bongkar muat di area PT IPC Petikemas, Tanjung Priok 2, Jakarta, Selasa, 26 Oktober 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Debrinata Rizky18 April, 2025 18:02 WIB

JAKARTA — Ruas-ruas jalan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, mengalami kemacetan parah pada Kamis 17 April 2025.  Kemacetan dipicu  tersendatnya arus truk pengangkut peti kemas di dalam area pelabuhan yang membuat aktivitas logistik terganggu.

Pihak pengelola pelabuhan, yakni PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) bersama Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), menyebut kemacetan terjadi karena meningkatnya arus peti kemas yang hendak melakukan kegiatan receiving-delivering di Terminal New Priok Container Terminal One (NPCT-1).

Namun, menurut Direktur National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, kemacetan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh kebijakan pembatasan operasi truk selama masa libur Lebaran 2025.

“Pengambil kebijakan salah hitung atau tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap distribusi logistik,” ujar Siswanto dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 18 April 2025.

Ia menjelaskan bahwa selama periode Lebaran, banyak kapal memilih untuk menunda kedatangan (omit), dan setelah masa libur usai, kapal-kapal tersebut berbondong-bondong datang dengan muatan penuh. Akibatnya, sejumlah terminal termasuk NPCT-1 kewalahan menampung lonjakan aktivitas bongkar muat.

Pelindo  menyatakan bahwa operasional sisi laut di dermaga berjalan lancar. Proses perencanaan sandar (berth planning), pelayanan pandu dan tunda kapal, hingga kesiapan alat bongkar muat di terminal berada dalam kondisi optimal. Sistem gate pun dilaporkan tidak mengalami gangguan berarti.

Namun, hambatan utama justru terjadi di luar area pelabuhan, terutama pada proses distribusi kontainer keluar masuk pelabuhan. Sejumlah depo eksternal disebut tidak siap menghadapi lonjakan arus kendaraan pasca-Lebaran.

“Masalahnya ada di pelayanan luar pelabuhan. Depo-depo tidak siap, dan lonjakan arus kendaraan tidak diantisipasi dengan baik,” tambah Siswanto.

Ia menegaskan, seharusnya Kementerian Perhubungan telah mengantisipasi dampak kebijakan pembatasan truk terhadap ekosistem logistik nasional. Ketidaksiapan ini menurutnya menjadi kesalahan besar yang harus dipertanggungjawabkan.

“Keteledoran ini sangat mahal harganya bagi perekonomian nasional yang tengah berusaha bangkit. Menhub Dudy Purwagandhy seharusnya diganti,” pungkasnya.