Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA – Industri asuransi di Indonesia mengalami tekanan cukup berat terhadap kinerja hasil investasinya sepanjang tahun 2024. Fluktuasi pasar keuangan global menjadi faktor utama yang memengaruhi penurunan ini, terutama bagi perusahaan asuransi jiwa yang portofolionya lebih terpapar risiko pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa kondisi pasar keuangan yang belum stabil memberikan dampak signifikan terhadap performa investasi perusahaan asuransi.
“Memang betul bahwa perusahaan asuransi memiliki dampak cukup signifikan terhadap kondisi pasar global, sehingga terjadi penurunan dari hasil investasi yang dimiliki oleh perusahaan asuransi,” ujarnya saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat, 11 April 2025.
Data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat bahwa hasil investasi industri asuransi jiwa pada tahun 2024 turun drastis sebesar 24,8% year-on-year, dari Rp31,80 triliun menjadi Rp23,91 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh:
Ogi menyebutkan bahwa pelemahan terutama terjadi pada Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI), khususnya pada instrumen saham dan reksa dana.
Berbeda dengan asuransi jiwa, industri asuransi umum mencatatkan pertumbuhan positif dalam hasil investasinya. Pada semester I/2024, hasil investasi meningkat sebesar 47,41% year-on-year menjadi Rp3,678 triliun, dengan total investasi mencapai Rp115,9 triliun.
Perbedaan hasil investasi antara asuransi jiwa dan umum dipengaruhi oleh perbedaan strategi pengelolaan portofolio.
Meski dihadapkan pada tekanan hasil investasi, OJK menegaskan bahwa arah kebijakan investasi di sektor asuransi tetap dijaga fleksibilitasnya melalui berbagai regulasi.
Untuk contoh, BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 50% investasinya dalam bentuk SBN, sesuai Peraturan Pemerintah. Sisanya dapat dialokasikan ke instrumen lainnya seperti reksa dana, saham, dan obligasi korporasi.
“Untuk investasi lainnya antara lain dari reksa dana, saham, maupun obligasi korporasi itu diperkenankan sampai 50%,” jelas Ogi.
OJK juga menekankan pentingnya tata kelola (governance) dalam pengambilan keputusan investasi. Proses investasi harus melalui kajian mendalam dan pengawasan ketat dari komite internal perusahaan.
Salah satu contoh regulasi internal adalah Peraturan Direksi BPJSTK Nomor 18 Tahun 2023 tentang Kebijakan Pengelolaan Investasi, yang memperkuat kerangka kerja tata kelola dan pengawasan keputusan investasi.