Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA—Kebijakan all out pemerintah dalam mendanai Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih mendapatkan sorotan. Langkah itu dinilai tidak sejalan dengan hakikat koperasi yang identik dengan swadaya dan kemandirian. Pemerintah cukup memberikan insentif dan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang Kopdes Merah Putih.
Pendapat tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto. Dia mengatakan pembentukan koperasi secara top down terbukti membunuh prakarsa masyarakat untuk mengembangkan koperasi sesuai nilainya.
Suroto mengatakan pembentukan Kopdes Merah Putih seperti mengulang kebijakan lama saat pemerintah membangun Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang kemudian diintegrasikan dengan Koperasi Unit Desa (KUD).
Suroto menyebut pola kebijakanya sama persis dengan Orde Baru ketika mengembangkan Inpres 4 tahun 1984 yang tujuannya mengonsolidasikan koperasi di desa yang multifungsi ke dalam KUD.
“Lembaga ini kemudian segera mati suri ketika dicabut privilege-nya dengan keluarnya Inpres No.18 tahun 1998. Apakah Koperasi Desa mau mengulang hal yang sama?,” ujar Suroto dalam keterangannya pada TrenAsia.com, Senin, 14 April 2025.
Diketahui, Koperasi Desa Merah Putih bakal didukung multipendanaan mulai dari APBN, APBD, hingga pinjaman dari bank BUMN. Hal itu dipastikan usai turunnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih.
Pemerintah menghitung butuh biaya sekitar Rp400 triliun untuk membentuk Kopdes di 80.000 desa di penjuru Nusantara. Setiap desa mendapatkan alokasi sekitar Rp5 miliar untuk pembangunan fasilitas Kopdes seperti layanan sembako murah, simpan pinjam, klinik desa, apotek, cold storage untuk hasil pertanian dan perikanan, hingga distribusi logistik.
Menurut Suroto, koperasi akan semakin menjauh dari keberhasilannya jika terlalu dimanjakan duit pemerintah. Dia mengingatkan banyak koperasi di dunia yang berhasil karena pemerintah menghargai otonomi koperasi serta menunjangnya dengan kebijakan makro prodemokratisasi ekonomi.
“Di samping dijaga tata kelolanya, perlu dikembangkan program pendidikan koperasi untuk anggota dan masyarakat. Jika hanya mengandalkan APBN, APBD dan sejenisnya, pemerintah seperti sedang mengulang pola kebijakan lama. Niatnya membina tapi justru menciptakan pisau tajam untuk membinasakan koperasi,” tutur lelaki yang juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (Inkur) ini.
Baca Juga: Inpres Turun, Pendanaan Koperasi Desa Dijamin APBN hingga APBD
Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini, mengatakan kegiatan ekonomi perlu menjadi basis utama Kopdes Merah Putih sehingga program dapat berkelanjutan. “Basisnya harus ada kegiatan ekonominya dulu. Akan lebih organik dan lebih sustainable kalau ada kegiatan ekonomi riilnya,” kata dia.
Hendri menyarankan pembentukan koperasi tidak diseragamkan, melainkan dapat disesuaikan dengan kekuatan ekonomi di tiap desa. “Misal di suatu daerah banyak petani cabai, maka di situ akan dibuat Kopdes yang kegiatan utamanya adalah (produksi) cabai. Jadi anggotanya bisa petani cabai, pedagang cabai, sampai mereka yang mendistribusikan cabai,” ujarnya.