Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mulai bergerak seusai Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan opsi impor liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak dari Amerika Serikat (AS).
Hal ini seiring dengan langkah pemerintah untuk meningkatkan impor minyak dan gas bumi (migas) dari Negeri Paman Sam sebagai upaya negosiasi tarif impor timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diterapkan Presiden AS Donald Trump kepada RI.
Bahlil mengungkapkan, impor minyak dan LPG selama ini datang dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin. Demi meningkatkan impor dari AS, pembelian LPG dan minyak dari negara-negara tadi pun bakal dikurangi dan dialihkan.
Namun Ketua Umum Partai Golkar ini hingga saat ini mengatakan, masih menghitung berapa banyak impor LPG dan minyak yang bisa diambil dari AS. "Dalam exercise, kami lagi menghitung," ucap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Rabu, 9 April 2025.
Pembelian minyak dan LPG pun diharapkan bisa meningkatkan impor dan investasi dari AS ke Indonesia. Dengan begitu, defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia dapat berkurang sehingga diharapkan kebijakan Trump bisa melunak.
Menurutnya saat ini Pemerintah Tengah menghitung tingkat keekonomian impor dari negeri tersebut karena tak dipungkiri impor dari AS membutuhkan biaya lebih besar. Menurut Bahlil, hal ini terjadi karena biaya transportasi dari AS lebih tinggi dibandingkan Timur Tengah.
Sebelumnya, usai Indonesia terkena impor timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang diterapkan Presiden AS Donald Trump, pemerintah memilih opsi pendekatan negosiasi dibanding dengan tindakan pembalasan untuk menghadapi kebijakan tarif tersebut.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut salah satu yang ditawarkan adalah meningkatkan impor minyak LPG dan liquefied natural gas (LNG) dari Negeri Paman Sam.
Namun Airlangga memastikan bahwa peningkatan impor tak berarti menambah volume impor gas RI secara keseluruhan. Sehingga pemerintah hanya melakukan realokasi impor gas tersebut artinya akan ada pengurangan jumlah impor elpiji dan LNG dari negara di luar AS.
Padahal di awal tahun 2025 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, menyebut Indonesia akan membangun pabrik liquefied petroleum gas (LPG). Rencananya pabrik itu akan memiliki kapasitas hingga 1,7 juta ton per tahun.
"Arahan Bapak Presiden adalah bagaimana mempercepat proses mengurangi impor. Nah caranya adalah kita membangun LPG dengan mempergunakan gas C3-C4. Kurang lebih sekitar 1,7 juta ton (per tahun) yang sudah ada," jelasnya dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 17 Januari 2025.
Adapun, dia mengungkapkan rencana pembangunan pabrik LPG tersebut sebagai upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri yang mencapai 8 juta ton per tahun.
Selain dengan membangun pabrik LPG, Bahlil juga menyebutkan pihaknya berupaya untuk mengurangi jumlah konsumsi LPG dengan program jaringan gas untuk rumah tangga (jargas).