Bagikan:
Warga mengakses logo Bukalapak melalui website di Jakarta, Kamis, 24 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
undefinedBagikan:
JAKARTA — PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mencatat peningkatan rugi bersih sepanjang tahun 2024. Kerugian bersih BUKA tercatat membengkak menjadi Rp1,56 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan BUKA sebenarnya mengalami kenaikan tipis sebesar 0,50% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp4,46 triliun, dibandingkan pendapatan tahun 2023 yang juga sebesar Rp4,46 triliun. Pendapatan tersebut berasal dari kontribusi pendapatan marketplace sebesar Rp2,23 triliun dan pendapatan online to offline sebesar Rp2,07 triliun.
Akan tetapi, kenaikan pendapatan diikuti oleh beban pokok pendapatan BUKA yang naik 10,51% menjadi Rp3,73 triliun, naik dari Rp3,38 triliun pada tahun sebelumnya. Namun, beban penjualan dan pemasaran mengalami penurunan signifikan sebesar 36,65%, turun dari Rp518,4 miliar menjadi Rp328,4 miliar pada 2024.
Kemudian, EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) yang disesuaikan Bukalapak juga menunjukkan perbaikan, naik 28% YoY dari negatif Rp475 miliar pada 2023 menjadi negatif Rp340 miliar di tahun 2024. Sebagai informasi, EBITDA adalah metrik keuangan yang mengukur kinerja operasional perusahaan. EBITDA juga bisa diartikan sebagai pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.
EBITDA sering digunakan untuk mengukur kinerja laba perusahaan. Biasanya, EBITDA digunakan pada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan investasi modal yang besar.
Selama 2024, BUKA mencatat rugi usaha sebesar Rp2,51 triliun, meningkat 18,02% dibandingkan rugi usaha tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,12 triliun. Seiring hal tersebut, rugi bersih BUKA pun turut naik 13,28% menjadi Rp1,54 triliun dari Rp1,36 triliun di tahun 2023.
Di akhir tahun 2024, BUKA mencatatkan kas dan setara kas sebesar Rp11,2 triliun, mengalami penurunan 26,04% dibandingkan posisi kas dan setara kas pada 2023 yang sebesar Rp15,18 triliun. Total aset BUKA sampai akhir 2024 tercatat sebesar Rp24,79 triliun, lebih rendah dibandingkan akhir 2023 yang mencapai Rp26,12 triliun.
Sementara itu, total liabilitas perusahaan naik menjadi Rp1,09 triliun dari Rp792,02 miliar pada tahun sebelumnya. Sedangkan total ekuitas BUKA tercatat menurun menjadi Rp23,7 triliun di tahun 2024, dari Rp25,33 triliun pada 2023.
Berikut adalah perbandingan data laporan keuangan tahunan Bukalapak sejak melakukan penawaran umum perdana (IPO) pada tahun 2021:
Tahun | Pendapatan (Rp triliun) | Laba/Rugi Bersih (Rp triliun) | Catatan |
---|---|---|---|
2021 | 1,87 | -1,67 | Rugi bersih meningkat 24% dibandingkan tahun 2020. |
2022 | 3,61 | 1,97 | Berbalik menjadi laba bersih, didukung oleh peningkatan pendapatan dan laba investasi. |
2023 | 4,46 | -1,54 | Rugi bersih kembali terjadi, meskipun pendapatan meningkat 0,50% YoY. |
Sedikit kilas balik, Bukalapak resmi menutup bisnis e-commerce mulai hari Selasa, 7 Januari 2025. Penutupan tersebut tak lepas dari terus menurunnya pendapatan serta persaingan keras dalam industri. Setelah ini, Bukalapak memilih fokus untuk berjualan produk virtual.
"Kami ingin menginformasikan Bukalapak akan menjalani transformasi dalam upaya untuk meningkatkan fokus pada produk virtual. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, kami akan menghentikan operasional penjualan produk fisik di Marketplace Bukalapak,” terang Bukalapak dalam laman resminya, Selasa.
Sinyal Bukalapak bakal menutup usaha e-commerce sebenarnya sudah mengemuka beberapa bulan lalu. Sejumlah lini usaha dan anak usaha yang dinilai tidak lagi memberikan kontribusi terhadap profitabilitas perusahaan menjadi sasaran.
“BUKA telah melakukan berbagai upaya terbaik namun kerugian dan tantangan industri yang dialami oleh masing-masing segmen usaha dan/atau anak perusahaan selama tiga tahun terakhir telah mendorong manajemen BUKA untuk mempertajam kembali fokus kami kepada bisnis inti tertentu,” kata CEO Bukalapak Willix Halim dalam keterangan resmi, Oktober 2024 lalu.