Bagikan:
Bagikan:
JAKARTA - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China tampaknya menimbulkan efek tak terduga di ranah digital. Ribuan warga AS kini membanjiri aplikasi e-commerce asal China seperti DHgate, Shein, dan Taobao untuk memborong barang murah sebelum harga-harga melonjak akibat potensi kenaikan tarif impor yang didorong mantan Presiden Donald Trump.
Aplikasi DHgate, yang dikenal sebagai platform grosir barang dari China, mengalami lonjakan unduhan drastis. Berdasarkan data terbaru, aplikasi ini berhasil merangsek ke peringkat kedua aplikasi gratis paling populer di App Store AS, hanya kalah satu peringkat dari ChatGPT. Sebelumnya, DHgate bahkan tidak masuk dalam 200 besar.
Fenomena ini terjadi setelah sejumlah video viral di TikTok mengulas keberadaan barang-barang mewah tiruan seperti tas Hermes Birkin, celana yoga Lululemon, dan dompet Louis Vuitton yang dijual dengan harga miring.
Sebagai contoh, dompet Louis Vuitton yang dijual seharga US$1.490 di toko resmi, ditawarkan di DHgate dengan harga hanya US$3,24. Sementara celana yoga Lululemon yang biasa dijual seharga US$98, tersedia di platform tersebut dengan harga US$13 dan telah terjual lebih dari 10.000 unit.
Salah satu akun TikTok populer, @bagbestie1, memantik diskusi dengan mengklaim bahwa lebih dari 80% tas mewah dunia sebenarnya diproduksi di China, kemudian hanya dikemas ulang sebelum dikirim ke toko-toko resmi dunia.
Konten ini semakin menarik perhatian konsumen AS yang mulai mempertanyakan nilai asli dari produk-produk branded internasional. Lonjakan minat ini juga berdampak langsung pada saham CTS International Logistics Corp, mitra logistik utama DHgate, yang naik 10% di Bursa Shanghai.
Menanggapi lonjakan pengguna, DHgate merilis “Rencana Pengawalan Tarif”, sebuah program dukungan bagi para pedagang dalam bentuk subsidi, logistik, serta bantuan lain untuk mempertahankan daya saing harga produk mereka di tengah ketegangan perdagangan.
DHgate kini memiliki 2,6 juta pemasok dan menjual lebih dari 30 juta produk per tahun ke lebih dari 200 negara, dengan dukungan 10 gudang luar negeri dan 100 jalur logistik global.
Platform ini didirikan pada tahun 2004 oleh Wang Shutong, seorang mantan eksekutif Microsoft dan Cisco, yang sebelumnya juga mendirikan joyo.com, sebuah platform yang kemudian diakuisisi oleh Amazon.
Wang kerap dijuluki sebagai “Jack Ma versi perempuan” karena kiprahnya dalam membangun ekosistem e-commerce Tiongkok yang kuat dan ekspansif.
Lonjakan popularitas aplikasi e-commerce China di AS ini terjadi dalam konteks memanasnya perang dagang antara AS dan China. Sejak bulan ini pemerintahan Presiden Donald Trump mengenakan tarif tinggi terhadao ekspor barang China ke AS yang kini mencapai total 145% terhadap beberapa produk.
Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap tuduhan keterlibatan China dalam penyebaran zat adiktif fentanil, serta ketidakseimbangan perdagangan.
Sebagai balasan, China menaikkan tarif atas barang-barang dari AS hingga 125%. Ketegangan ini mendorong konsumen Amerika untuk melakukan "pembelian cepat" sebelum kebijakan tarif yang lebih ketat diterapkan, yang berpotensi menaikkan harga barang impor secara signifikan.
Selain itu, pengecualian bea masuk untuk barang dengan nilai di bawah US$800 juga akan dihapus pada Mei mendatang, berdasarkan kebijakan perdagangan baru.
Kebijakan ini berpotensi mengancam kelangsungan operasional platform-platform e-commerce asing seperti Temu, Shein, dan tentu saja DHgate, karena selama ini banyak dari penjual mereka memanfaatkan celah hukum ini untuk menghindari bea impor.
Meski fenomena ini tampak menguntungkan bagi konsumen dalam jangka pendek, para analis memperingatkan bahwa ketergantungan konsumen AS pada barang-barang impor murah, terutama dari platform yang menjual tiruan, dapat mengganggu ekosistem ritel domestik dan memperumit hubungan dagang bilateral.
Di sisi lain, langkah ini menandakan kekuatan kampanye pemasaran digital China, terutama melalui TikTok, yang terbukti efektif dalam mengarahkan arus perdagangan lintas batas secara instan.
Para produsen China kini secara langsung mengiklankan produk mereka melalui TikTok dan menghubungkan pembeli dengan vendor asli, tanpa perantara ritel tradisional.
Kebangkitan DHgate dan platform sejenis di tengah memanasnya perang dagang AS-China menunjukkan bahwa dalam dunia digital, kebijakan proteksionis bisa saja berdampak berlawanan.
Di saat pemerintah memperketat arus barang, konsumen justru mencari jalan pintas untuk mendapatkan harga terbaik dan mereka menemukannya hanya dalam satu ketukan di layar ponsel mereka.