logo
Ikuti Kami di:

Awas! Main Media Sosial Berlebihan Bisa Sebabkan Gangguan Kejiwaan

Awas! Main Media Sosial Berlebihan Bisa Sebabkan Gangguan Kejiwaan
Ilustrasi media sosial
Distika Safara Setianda15 Maret, 2025 20:05 WIB

JAKARTA – Sebuah studi terbaru dari para peneliti di Simon Fraser University menemukan hubungan erat antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan gangguan kejiwaan yang melibatkan delusi, seperti narsisme dan gangguan dismorfik tubuh.

Menurut studi terbaru yang diterbitkan di BMC Psychiatry—sebuah tinjauan sistematis terhadap seluruh literatur akademik yang tersedia, termasuk analisis lebih dari 2.500 publikasi tentang penggunaan media sosial dan gangguan kejiwaan—delusi merupakan jenis gangguan kejiwaan yang paling banyak dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang berlebihan.

Dilansir dari Medicalxpress, gangguan tersebut mencakup gangguan kepribadian narsistik (delusi superioritas), erotomania (delusi bahwa seseorang yang terkenal mencintai Anda), gangguan dismorfik tubuh (delusi tentang kekurangan pada bagian tubuh tertentu), dan anoreksia (delusi mengenai ukuran tubuh).

“Media sosial menciptakan kondisi yang memungkinkan delusi lebih mudah muncul dan bertahan karena adanya platform serta aplikasi yang mendukung penyebab gangguan tersebut, ditambah dengan kurangnya pemeriksaan realitas yang efektif,” kata Bernard Crespi, profesor ilmu biologi sekaligus Ketua Riset Kanada dalam bidang Genetika Evolusi dan Psikologi di Simon Fraser University.

“Penelitian ini memiliki implikasi penting terhadap penyebab dan gejala gangguan mental serta bagaimana platform sosial daring dapat memperburuk kondisi tersebut.”

Menurut para penulis, media sosial itu sendiri tidak selalu bermasalah, tetapi dunia virtual yang dikombinasikan dengan isolasi sosial dalam kehidupan nyata menciptakan lingkungan di mana seseorang dapat mempertahankan identitas diri yang delusional tanpa pengawasan atau koreksi.

Meskipun media sosial dapat memberikan manfaat positif dengan membangun komunitas dan menciptakan rasa kebersamaan, Crespi dan rekan penulisnya, Nancy Yang, berpendapat bahwa individu dengan risiko tinggi justru sering mengalami dampak negatif akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.

Mereka juga menyoroti bahwa fitur dalam banyak aplikasi dan platform populer justru memperkuat serta memperburuk delusi mental dan fisik dengan memungkinkan seseorang menampilkan diri secara berlebihan namun tidak akurat.

Perbedaan mendasar antara interaksi sosial daring dan tatap muka—di mana delusi lebih mungkin terkendali oleh realitas fisik dan emosional—dapat semakin memperburuk ketidakseimbangan mental.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa orang dengan gangguan yang melibatkan tingkat delusi tinggi dapat memperoleh manfaat dari pengurangan penggunaan media sosial.

Selain itu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengidentifikasi fitur spesifik dalam media sosial yang mendorong delusi serta mencari cara agar interaksi sosial daring lebih realistis dan mendekati pengalaman di dunia nyata.

Untuk mencapai hal tersebut, para peneliti menyoroti potensi teknologi seperti kontak mata, perspektif 3D, avatar, dan teknologi imersif lainnya.

Dengan mengintegrasikan elemen-elemen ini, platform media sosial berpotensi menghadirkan pengalaman daring yang lebih realistis, sehingga mendorong keaslian serta mengurangi dampak negatif dari perbandingan sosial dan pemikiran delusional.