Bursa Saham
17 April, 2025 21:02 WIB
Penulis:Idham Nur Indrajaya
Editor:Amirudin Zuhri
JAKARTA - Pasar saham Indonesia berpotensi mengalami tekanan setelah periode pembayaran dividen oleh bank-bank besar berakhir. Hal ini disampaikan oleh Rully Wisnubroto, Senior Economist Mirae Asset Sekuritas, yang menyoroti sejumlah faktor eksternal dan domestik yang membayangi pergerakan pasar ke depan.
Sejumlah bank besar telah menyelesaikan pembagian dividen, dan menurut Rully, hal ini bisa memicu tekanan pada harga saham sektor perbankan.
Sebenarnya, harga saham emiten yang baru saja membagikan dividen biasanya akan mengalami penurunan karena adanya aksi jual setelah investor memperoleh keuntungan dari dividen.
Akan tetapi, dengan kondisi yang dibayang-bayangi oleh ketidakpastian ekonomi global seperti sekarang ini, harga saham perbankan berpotensi lebih jatuh dari biasanya.
“Kalau beres bayar dividen, saham-saham bank besar itu cenderung turun. Dalam kondisi saat ini, tekanan tersebut bisa jadi lebih dalam dari biasanya,” ujarnya dalam acara Media Day by Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Rully menambahkan, salah satu pemicu utama tekanan di pasar saat ini adalah arus keluar dana asing (capital outflow) yang masih cukup besar, sementara tanda-tanda masuknya arus dana (inflow) belum terlihat signifikan.
Menurut Rully, belum adanya katalis positif membuat potensi rebound di pasar saham masih terbatas.
“Saat ini kita belum melihat ada inflow yang kuat. Jadi, pergerakan indeks masih terbatas karena belum ada katalis positif yang nyata,” jelasnya.
Meskipun belum bisa dipastikan apakah tekanan outflow akan terus berlanjut, Rully berharap situasi tersebut dapat segera mereda.
Baca Juga: Laba Bank Milik Konglomerat Indonesia 2024: Siapa Paling Moncer, Siapa Tertekan?
Selain tekanan dari sisi pasar modal, Rully juga menyoroti potensi perlambatan ekonomi yang bisa berdampak pada sektor keuangan, khususnya perbankan. Dengan suku bunga yang masih tinggi dan likuiditas yang ketat, kinerja perbankan bisa terpengaruh.
“Kalau growth ekonomi kita lebih rendah, otomatis profitability bank akan terganggu. NPL (Non-Performing Loan) juga berisiko naik jika ekonomi melambat,” ujarnya.
Ia juga mencatat bahwa cadangan kerugian (provisioning) yang tinggi di bank-bank besar turut menjadi beban tersendiri bagi kinerja keuangan mereka.
Rully memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada Kuartal I 2025 masih relatif stabil di kisaran 5%, meskipun ada tekanan dari sisi daya beli dan efisiensi anggaran pemerintah.
“Triwulan I ini masih lumayan. Tapi jika di bawah 5%, bisa menjadi sinyal negatif karena belum sepenuhnya mencerminkan dampak eskalasi ketegangan global,” katanya.
Ia menambahkan bahwa tekanan ekonomi global dan faktor musiman bisa membuat pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II hingga Kuartal IV cenderung lebih rendah dibandingkan Kuartal I.
“Q1 biasanya paling tinggi. Selanjutnya, Q2 mungkin masih ada momen Idul Adha dan musim haji, tapi Q3 kemungkinan lemah, dan Q4 baru ada dorongan lagi dari seasonal akhir tahun,” tambahnya.
Secara keseluruhan, Rully memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan 2024.
“Faktor global masih jadi penekan utama. Maka secara keseluruhan, outlook 2025 bisa jadi lebih lemah,” tutupnya.
BRI
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI akan membagikan dividen kepada pemegang sahamnya dengan jadwal sebagai berikut:
Bank Mandiri
Bank Mandiri telah menetapkan dividen sebesar Rp466,18 per saham, dengan rincian jadwal pembagian sebagai berikut:
BNI
Bank Negara Indonesia (BBNI) akan mendistribusikan dividen tunai senilai total Rp13,95 triliun, atau setara Rp374,05 per saham. Berikut ini jadwal lengkapnya:
BTN
Bank Tabungan Negara (BTN) menetapkan pembagian dividen sebesar Rp53,57 per saham, dengan total dana dividen mencapai Rp751,83 miliar atau 25% dari laba bersih perusahaan. Berikut jadwal distribusinya:
Bagikan