IKNB
17 April, 2025 15:02 WIB
Penulis:Idham Nur Indrajaya
Editor:Amirudin Zuhri
JAKARTA – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih menyisakan ketidakpastian global, terlebih dalam konteks kebijakan ekonomi era Donald Trump yang kerap berubah-ubah. Bagi industri asuransi nasional, termasuk PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance), dinamika ini menimbulkan tantangan tersendiri, termasuk dalam kinerja investasi perusahaan.
Direktur Utama Tugu Insurance, Tatang Nurhidayat, dan Direktur Keuangan & Layanan Korporat, Emil Hakim, mengungkapkan pandangan serta strategi perusahaan dalam menghadapi situasi tersebut.
Menurut Tatang Nurhidayat, dampak dari perang tarif antara AS dan China dapat dibedakan menjadi dua: dampak langsung dan tidak langsung. Ia menekankan bahwa dampak tidak langsung justru memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sektor asuransi.
“Kalau dampak tidak langsung itu pasti kaitannya dengan makroekonomi. Dampaknya akan memengaruhi daya beli masyarakat, deindustrialisasi, dan perlambatan investasi. Ini semua akan berdampak pada kami,” jelas Tatang. dalam acara Halal Bihalal bersama Media di Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, perusahaan asuransi seperti Tugu Insurance harus berhati-hati dalam mengelola eksposurnya terhadap pasar keuangan dan sektor industri yang berisiko.
“Kami melihat hasil investasi saat ini cukup volatile. Kita berupaya konservatif, namun prediksi terhadap kondisi pasar ke depan sangat sulit dilakukan. Ini seperti memprediksi keputusan Trump, sangat tidak pasti,” tambah Tatang.
Sektor investasi menjadi salah satu yang paling terdampak. Direktur Keuangan Emil Hakim menyoroti bahwa volatilitas pasar modal dan suku bunga yang naik menjadi tekanan nyata terhadap hasil investasi perusahaan.
“Hasil investasi kita di Februari memang kurang menggembirakan. Tapi Maret sudah mulai membaik. Kita harapkan dalam sembilan bulan ke depan ada recovery yang signifikan,” ujar Emil.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan nilai tukar juga sangat berdampak terhadap bisnis asuransi korporasi, yang banyak terekspos mata uang asing.
“Kita punya premi dalam mata uang asing, dan kita juga bayar premi reasuransi ke luar negeri dalam mata uang asing. Maka pengelolaan risiko nilai tukar sangat krusial,” tambah Emil.
Baca Juga: Investasi Industri Asuransi Tertekan, OJK: Gejolak Pasar Global Jadi Pemicu Utama
Selain investasi dan nilai tukar, isu likuiditas juga menjadi perhatian. Tatang menyebutkan bahwa perusahaan perlu melakukan analisis sensitivitas terhadap kemungkinan piutang yang menjadi kurang lancar akibat perlambatan ekonomi.
“Bukan macet ya, tapi lebih tidak lancar. Itu bisa saja terjadi kalau kondisi ekonomi terus melambat,” ujarnya.
Tugu Insurance melakukan pemantauan rutin dan penyesuaian strategi untuk mengelola potensi risiko likuiditas ini dengan cermat.
Tatang menjelaskan bahwa tidak semua sektor bisnis terdampak secara langsung. Sektor energi, yang merupakan salah satu portofolio utama Tugu Insurance, dinilai tetap stabil dan bahkan berpeluang tumbuh karena kebutuhan energi nasional yang terus meningkat.
“Aset di sektor energi itu sepertinya tidak akan berkurang. Pemerintah bahkan mendorong peningkatan lifting minyak. Itu artinya investasi baru justru mungkin bertambah,” jelas Tatang.
Namun, sektor-sektor lain seperti otomotif dan tekstil menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
“Kita lihat data Gaikindo, penjualan kendaraan mulai turun. Itu berdampak pada premi asuransi kendaraan bermotor. Sektor tekstil juga terdampak, walaupun porsi kita di situ tidak besar,” tambahnya.
Dalam menghadapi dampak jangka menengah hingga panjang, Emil menekankan pentingnya mitigasi risiko yang efektif. Salah satunya adalah dengan memperluas pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.
“Kita harus agresif mencari nasabah baru dan peluang-peluang baru. Tapi bukan dengan menaikkan harga premi, melainkan lewat efisiensi,” kata Emil.
Ia menyebutkan bahwa efisiensi adalah kunci untuk menjaga margin keuntungan tanpa membebani pelanggan.
Walaupun kuartal pertama 2025 mencatat tekanan terutama dari sisi investasi, manajemen Tugu Insurance tetap optimistis. Emil menyatakan bahwa anggaran perusahaan sudah mempertimbangkan kemungkinan terburuk, sehingga tidak ada deviasi besar dari target.
“Kita sudah prediksi dari tahun lalu. Tahun lalu performa sangat bagus, jadi tahun ini kita lebih realistis. Namun tetap ada harapan membaik setelah Lebaran,” katanya.
Sementara itu, Tatang juga menyampaikan bahwa pertumbuhan laba masih menjadi target utama tahun ini, meskipun tidak sebesar tahun sebelumnya.
“Dari 2023 ke 2024 laba kita tumbuh hampir 50%. Tahun ini mungkin tidak sebesar itu, tapi kami tetap optimis masih tumbuh dibanding tahun lalu,” ucap Tatang.
Outlook 2025: Tetap Optimis dengan Fundamental yang Kuat
Baik Tatang maupun Emil menegaskan bahwa fundamental bisnis Tugu Insurance tetap kuat. Portofolio sektor energi yang dominan, manajemen risiko yang disiplin, serta strategi diversifikasi yang aktif menjadi modal utama menghadapi tantangan global.
“Fundamental kami bagus, jadi dampaknya bisa kami kendalikan. Dengan penyesuaian yang kami lakukan di awal tahun ini, kami yakin bisa tetap tumbuh,” pungkas Tatang.
PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU), atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Insurance, menunjukkan kinerja positif sepanjang tahun 2024. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian yang telah diaudit, perusahaan mencatatkan pertumbuhan signifikan pada beberapa indikator kunci, meskipun ada penurunan pada hasil investasi.
Hingga akhir Desember 2024, Tugu Insurance membukukan premi bruto sebesar Rp8,54 triliun, mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,73% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp7,71 triliun. Kenaikan premi ini menjadi indikator penting bahwa perusahaan masih mampu mempertahankan daya saingnya di tengah kondisi industri yang dinamis.
Di sisi lain, Tugu Insurance berhasil menekan jumlah klaim bruto. Per Desember 2024, nilai total klaim yang dibayarkan mencapai Rp2,69 triliun, mengalami penurunan sebesar 3,43% dibandingkan dengan nilai klaim tahun sebelumnya yang sebesar Rp2,78 triliun. Penurunan ini dapat menjadi sinyal bahwa manajemen risiko perusahaan semakin efektif.
Kinerja pendapatan underwriting juga mencatatkan hasil positif. Tercatat pada akhir 2024, Tugu Insurance memperoleh pendapatan underwriting sebesar Rp2,97 triliun, naik sebesar 13,82% dibandingkan tahun 2023 yang berada di angka Rp2,61 triliun. Capaian ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjaga kualitas portofolio asuransi yang dimilikinya.
Meski mencetak kinerja positif dari sisi premi dan underwriting, hasil investasi Tugu Insurance mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2024, hasil investasi tercatat sebesar Rp443,29 miliar, atau turun 23,55% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp579,83 miliar. Penurunan ini kemungkinan dipengaruhi oleh fluktuasi pasar keuangan sepanjang tahun berjalan.
Sejalan dengan hasil investasinya, total nilai investasi yang dimiliki Tugu Insurance per akhir Desember 2024 juga mengalami koreksi. Tercatat sebesar Rp11,22 triliun, turun 3,84% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp11,67 triliun. Hal ini menunjukkan adanya penyesuaian strategi penempatan aset investasi, atau dampak dari kondisi pasar.
Secara struktural, liabilitas Tugu Insurance per Desember 2024 naik menjadi Rp15,84 triliun, atau meningkat 6,62% dibandingkan posisi akhir tahun 2023 yang sebesar Rp14,86 triliun. Kenaikan liabilitas ini bisa berasal dari pertumbuhan bisnis, termasuk kewajiban teknis yang berkaitan dengan polis asuransi.
Sementara itu, ekuitas perusahaan juga tumbuh sebesar 2,22%, dari sebelumnya Rp10,28 triliun menjadi Rp10,51 triliun di akhir 2024. Peningkatan ekuitas ini turut memperkuat fondasi keuangan Tugu Insurance untuk ekspansi dan penguatan bisnis ke depan.
Dari sisi aset, Tugu Insurance mencatatkan kenaikan sebesar 4,82% menjadi Rp26,35 triliun pada akhir tahun 2024. Pada tahun sebelumnya, total aset perusahaan sebesar Rp25,14 triliun. Pertumbuhan ini menandakan bahwa perusahaan terus mengembangkan kapasitas dan skala operasionalnya secara berkelanjutan.
Bagikan
Fintech
4 hari yang lalu
Fintech
4 hari yang lalu