Biasa Dipakai Konsumsi, Kini Fintech Lending Semakin Dilirik UMKM

18 April, 2025 09:02 WIB

Penulis:Idham Nur Indrajaya

Editor:Amirudin Zuhri

Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending. (TrenAsia/Deva Satria)

JAKARTA - Industri peer-to-peer (P2P) lending atau layanan pendanaan bersama berbasis teknologi (LPBBTI) terus menunjukkan kinerja yang dinamis pada awal tahun 2025. Data terbaru menunjukkan bahwa outstanding pendanaan industri P2P lending per Februari 2025 telah mencapai Rp80,07 triliun, dengan kontribusi signifikan dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (KE PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, menyampaikan bahwa data resmi untuk Maret 2025 masih belum tersedia.

Outstanding pendanaan Pindar per Maret 2025 masih menunggu penyampaian laporan oleh industri sehubungan dengan penyesuaian batas waktu penyampaian laporan kepada OJK terkait hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2025,” ujar Agusman melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 18 April 2025. Ia menambahkan bahwa batas waktu pelaporan diperpanjang hingga 17 April 2025.

UMKM Dorong Pertumbuhan Pendanaan

Per Februari 2025, sektor UMKM mencatatkan peningkatan outstanding pendanaan menjadi Rp1,27 triliun, sebagai bagian dari strategi mendorong pendanaan yang lebih optimal ke sektor produktif. 

Secara keseluruhan, pendanaan ke sektor produktif dan/atau UMKM mencapai Rp29,25 triliun, atau setara dengan 36,53% dari total outstanding pendanaan industri Pindar—naik dari 35,64% pada Januari 2025.

“Hal ini merupakan dampak dari penyesuaian manfaat ekonomi yang mulai berlaku awal tahun 2025,” jelas Agusman, merujuk pada langkah-langkah strategis dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI/Pindar 2023–2028.

Baca Juga: Peta Persaingan Kredit: Multifinance, Fintech, Bank Bersaing Sengit

Kredit Macet Masih Terkendali

Meski pertumbuhan pendanaan mengalami tren positif, OJK juga mencermati risiko kredit bermasalah. Per Februari 2025, tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90) tercatat di level 2,78%, atau senilai Rp2,22 triliun.

“Pendanaan bermasalah ini paling banyak berasal dari borrower dengan rentang usia 19–34 tahun,” ungkap Agusman.

Jumlah Penyelenggara dengan TWP90 >5% Menurun

Agusman juga melaporkan adanya perbaikan dalam tata kelola risiko oleh platform P2P lending. Tercatat 20 penyelenggara yang memiliki TWP90 di atas 5% pada Februari 2025, turun dari 21 penyelenggara pada Januari 2025.

“Penurunan ini didorong oleh peningkatan kemampuan penyelenggara dalam memfasilitasi penyaluran dana serta peningkatan kualitas proses collection,” kata Agusman.

Moratorium Masih Dalam Kajian

Menanggapi pertanyaan mengenai potensi pembukaan moratorium izin usaha LPBBTI, OJK menyatakan bahwa langkah tersebut masih dalam tahap pendalaman. OJK mempertimbangkan kesiapan infrastruktur data dan pengawasan sebagai syarat utama sebelum membuka kembali pendaftaran penyelenggara baru.

“Pembukaan moratorium masih dikaji, dengan fokus pada penguatan industri serta dukungan terhadap sektor produktif,” pungkas Agusman.