logo
Ikuti Kami di:

Aduan Soal THR Capai 1.407 Kasus, Apa Sanksinya?

Aduan Soal THR Capai 1.407 Kasus, Apa Sanksinya?

Ilustrasi tips dan cara gunakan dana THR dengan bijak/freepik.com

undefined
Muhammad Imam Hatami27 Maret, 2025 21:02 WIB

JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 1.407 pengaduan terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) hingga 26 Maret 2025. Pengaduan tersebut berasal dari 903 perusahaan yang diduga melanggar ketentuan pembayaran THR.

Dari total laporan yang masuk, 806 di antaranya terkait dengan THR yang belum dibayarkan, 300 pengaduan mengenai pembayaran yang tidak sesuai ketentuan, dan 301 pengaduan tentang keterlambatan pembayaran.

Meski Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar THR dibayarkan paling lambat seminggu sebelum Idulfitri, sejumlah perusahaan masih belum memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini memicu desakan dari Kemnaker agar perusahaan segera membayar THR sesuai aturan yang berlaku.

Menaker Yassierli menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang tidak membayarkan THR kepada pekerjanya. Kemnaker juga membuka Posko THR hingga H+7 Idulfitri untuk menerima pengaduan tambahan dan memastikan hak pekerja dipenuhi.

Sanksi bagi Perusahaan yang Tidak Membayar THR

Menaker menegaskan, perusahaan yang tidak membayar THR bisa menghadapi sanksi berat, termasuk pencabutan izin usaha. Namun, pencabutan izin usaha dilakukan oleh instansi terkait berdasarkan rekomendasi dari Kemnaker setelah melalui proses pemeriksaan.

"Ada rekomendasi nanti dari tingkat (Kemenaker). Bukan kami yang mencabut. Kami memberikan rekomendasi," terang Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, dikutip Kamis, 27 Maret 2025.

Sebelum memberikan rekomendasi pencabutan izin usaha, Kemnaker akan melakukan pemeriksaan terhadap riwayat perusahaan untuk mengetahui apakah sebelumnya perusahaan tersebut pernah melakukan pelanggaran serupa.

"Kita lihat nanti catatan dia. Jangan-jangan ini memang bukan sekali. Sudah ada riwayat-riwayat sebelumnya. Makanya nanti kan ada pengawas ketenangan kerjaan. Yang kemudian punya data," Jelas Yassierli.

Perusahaan yang diadukan akan dipanggil dan diperiksa oleh Kemnaker. Proses ini dilakukan secara bertahap, mulai dari pemanggilan, nota pemeriksaan I dan II, hingga pemberian rekomendasi sanksi.

"Jadi akan dipanggil perusahaannya, (dilakukan verifikasi. (Kemudian) Keluar nota pemeriksaan I, nota pemeriksaan II, nanti lanjut kepada rekomendasi kita terhadap perusahaan tersebut," pungkas Yassierli.

Kemnaker juga mengerahkan1.490 pengawas ketenagakerjaan yang bertugas memverifikasi laporan pengaduan terkait THR. Setelah verifikasi selesai, pengawas akan mengeluarkan nota pemeriksaan dan memberikan rekomendasi sanksi kepada perusahaan yang terbukti melanggar aturan.

Sejarah Singkat THR

Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada era 1950-an sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerja menjelang hari raya keagamaan.

Kebijakan ini berawal dari inisiatif Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951, yang saat itu memberikan tunjangan kepada pegawai negeri sipil (PNS) menjelang Lebaran. 

Tujuannya untuk membantu meringankan beban ekonomi pekerja dalam memenuhi kebutuhan hari raya. Kebijakan ini kemudian berkembang dan mulai diterapkan di berbagai sektor, termasuk perusahaan swasta, sebagai bagian dari kesejahteraan tenaga kerja.

Seiring waktu, THR menjadi hak normatif bagi pekerja di Indonesia. Pemerintah mengatur pemberian THR melalui peraturan ketenagakerjaan, yang mewajibkan perusahaan membayar THR minimal satu kali gaji bulanan bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun. 

Bagi yang bekerja kurang dari satu tahun, besaran THR dihitung secara proporsional. Saat ini, pembayaran THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) dan wajib dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. 

THR tidak hanya menjadi kewajiban perusahaan tetapi juga simbol penghargaan terhadap tenaga kerja serta upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis.